Minggu, 28 April 2013

Artikel Pertama


KEBIJAKAN PUBLIK DALAM PEMBERIAN OTONOMI DAERAH
( DI TINJAU DARI SEGI PENDIDIKAN )
Oleh :
Indra Nuansa H Silaban
3123311022
A Ekstensi
Email: Indra.nuansa_silaban@yahoo.co.id

Abstrak
Undang-Undang no.22 dan 25 Tahun 1999 tentang otonomi daerah, memberi dampak terhadap pelaksanaan pada manajemen pendidikan. Pemberlakuan undang-undang tersebut menuntut adanya perubahan pengelolaan pendidikan dari yang bersifat sentralistik kepada yang bersifat desentralistik. Pemberlakuan desentralisasi pendidikan mengharuskan diperkuatnya landasan pendidikan yang demokratis, transparan efisien dan melibatkan partisipasi masyarakat. Walaupun sistem desentralisasi dilakukan dalam bidang pendidikan untuk mengurus masalah-masalah pendidikan dibutuhkan juga intervensi pemeritahan dan penguasa. Penulisan ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana pemberlakuan sistem pendidikan Indonesia yang terdapat didaerah-daerah akibat dari otonomi daerah dan kesinambungan pendidikan perkotaan dan pedesaan (daerah). Kualitas dan kuantitas guru sangat diperlukan dalam sistem pendidikan saat ini dalam pengembanan tugas dalam sikap para anak didik serta bagaimana kondisi pendidikan diperkotaan dan dipedesaan dalam mewujudkan sumber daya manusia yang baik. Melihat sikap dan moral anak didik saat ini dipertanyakan bagaimana sitem pendidikan yang dianut oleh negara Indonesia.

Key word : otonomi daerah, desentralisasi pendidikan, kualitas para guru, dan sistem pendidikan Indonesia

Jurnal Ilmu Politik, Volume 01, 01 Desember 2012                                                                                        halaman  1
A.    Pendahuluan
Tulisan sederhana ini dibuat untuk untuk mengenapi mata kuliah Ilmu Politik yang diajarkan oleh Drs. Halking, M.Si. dan wakilnya Budi Alimukmin, S.IP., M.A serta memberi pengetahuan yang baru bagi para pembaca mengenai kebijakan publik, terutama kebijakan publik dalam sistem desentralisai akibat dari otonomi yang ditinjau dari segi pendidikan yang telah terjadi. Analisis dalam artikel ini kebanyak dikutip oleh penulis dari berbagai buku dan artikel dari internet yang di baca serta di pahami penulis. Bukan merupakan suatu pengetahuan yang diketahui penulis.
Pemberlakuan sistem desentralisasi akibat pemberlakuan Undang-Undang No.22 Tahun 1999 tentang otonomi pemerintahan daerah, memberi dampak terhadap pelaksanaan pada manajemen pendidikan yaitu manajemen yang memberi ruang gerak yang lebih luas kepada pengelolaan pendidikan untuk menemukan strategi berkompetisi dalam era kompetitif mencapai output pendidikan yang berkualitas dan mandiri. Kebijakan desentralisasi akan berpengaruh secara signifikan dalam pembangunan pendidikan di Indonesia. Serta sesuai dengan UUD RI Tahun 1945 menyatakan bahwa salah tujuan membentuk negara kesatuan Republik Indonesia ialah mencerdaskan kehidupan bangsa. Bangsa yang cerdas adalah bangsa yang mampu menghadapi kesulitan yang dihadapi. Untuk mencerdasakan kehidupan bangsa, tunjangan dari pendidikan formal dan non formal sangat mempengaruhinya. Setiap generasi ingin mewariskan sesuatu kepada generasi penerusnya. Sesuatu itu dapat berupa pengetahuan, keterampilan, sikap dan nilai yang merupakan produk budaya. Sebagai alat atau suatu saran pewarisan tersebut sering menggunakan pendidikan. Pemberlakuan dalam desentralisasi pendidikan mengharuskan diperkuatnya  landasan dasar pendidikan yang demokratis, transparan, efisien dan melibatkan partisipasi masyarakat daerah. *(Muctar Buchori dalam Marihot 2001) menyatakan pendidikan merupakan faktor penentu keberhasilan pembangunan manusia, karena pendidikan berfungsi sebagai pengembang pengetahuan, ketrampilan, nilai dan kebudayaan
______________________________
Penulis adalah mahasiswa di Universitas Negeri Medan, Sumatera Utara.                                                                                                                                                                                                                                halaman  2
 *Setidaknya ada 4 dampak positif untuk mendukung kebijakan desentralisasi pendidikan yang dikemukakan oleh Marihot Manullang, yaitu :
1.      Peningkatan mutu, yaitu dengan kewenangan yang dimiliki sekolah maka sekolah lebih leluasa mengelola dan memberdayakan potensi sumber daya yang dimiliki;
2.      Efisiensi Keuangan hal ini dapat dicapai dengan memanfaatkan sumber-sumber pajak lokal dan mengurangi biaya operasional;
3.      Efisiensi Administrasi, dengan memotong mata rantai birokrasi yang panjang dengan menghilangkan prosedur yang bertingkat-tingkat;
4.      Perluasan dan pemerataan, membuka peluang penyelenggaraan pendidikan pada daerah pelosok sehingga terjadi perluasan dan pemerataan pendidikan.
*Desentralisasi pendidikan dapat terjadi dalam tiga tingkatan, yaitu Dekonstrasi, Delegasi, dan Devolusi (Fiorestal dalam Marihot 1997). Dekonstrasi adalah proses pelimpahan sebagai kewenangan kepada pemerintahan atau lembaga yanglebih rendah dengan supervisi dan pusat. Sementara Delegasi mengandung makna terjadinya penyerahan kekuasaan yang penuh sehingga tidak lagi memerlukan supervise dan pemerintah pusat. Pada tingkat Devolusi di bidang pendidikan terjadi apabila memenuhi : 1. Terpisahnya peraturan perundangan yang mengatur pendidikan di daerah dan di pusat, 2. Kebebasan lembaga daerah dalam mengelola pendidikan,   3. Lepas dari supervise hirarkhis dan pusat, dan 4. Kewenangan lembaga daerah diatur dengan peraturan perundangan. Sedangkan menurut Tilaar (dalam Sam M. Chan & Tuti T. Sam) mempertegaskan bahwa desentralisasi pendidikan merupakan suatu keharusan. Menurutnya, ada tiga hal yang berkaitan dengan urgensi desentralisasi pendidikan, yaitu: 1. Pembangunan masyarakat demokrasi,                    2. Pengembangan social capital, dan 3. Peningkatan daya saing bangsa. Dikarenakan ketiga hal tersebut dijadikan alasan mengapa desentralisasi pendidikan harus dilakukan oleh bangsa Indonesia.
______________________________
Penulis adalah mahasiswa di Universitas Negeri Medan, Sumatera Utara.
                                                                                                                                                                                   halaman  3
*Menurut Marihot Manullang dalam konteks otonomi pendidikan, secara alamiah (nature) pendidikan adalah otonom. Otonomi pada hakikatnya bertujuan untuk memandirikan seseorang atau suatu lembaga atau suatu daerah, sehingga otonomi pendidikan mempunyai tujuan untuk memberi suatu otonomi dalam mewujudkan fungsi manajemen pendidikan kelembagaan. Namun sejak dilaksanakannya otonomi pendidikan, ternyata pelaksanaannya belum berjalan sebagaimana diharapkan, justru pemberlakuan otonomi membuat banyak masalah bagi daerah-daerah di Indonesia antara lain: 1. Sumber daya manusia  (SDM) mereka belum memadai, 2. Sarana dan prasarana mereka belum tersedia, 3. Anggaran pendapatan asli daerah (PAD) mereka sangat rendah, 4. Kurangnya kesiapan mental terhadap sebuah perubahan, dan 5. Cenderung takut terhadap upaya perubahan. Hala-hal tersebut dilihat dari ketidak siapan daerah menerima wewenang sepenuhnya. Sedangkan, pengertian otonomi pendidikan sesungguhnya terkandung makna demokrasi dan keadilan sosial, artinya pendidikan dilakukan secara demokrasi sehingga tujuan yang diharapkan dapat diwujudkan dan pendidikan diperuntukkan bagi kepentingan masyarakat, sesuai dengan cita-cita bangsa dalam UUD RI Tahun 1945. Berdasarkan masalah-masalah tersebut, maka pengurusan-pengurusan pendidikan dibutuhkan intervensi pemerintah untuk membuat pendidikan itu lebih baik. Walaupun berlaku nya UU No 22 tahun 1999 tentang desentralisasi pendidikan, tanpa intervensi pemerintah sistem desentralisasi pendidikan akan timpang dikarenakan pendidikan dianggap sekedar peristiwa sosial oleh masyarakat.









______________________________
Penulis adalah mahasiswa di Universitas Negeri Medan, Sumatera Utara.
                                                                                                                                                                                   halaman  4
B.     Pembahasan
Suatu negara pasti memiliki berbagai masalah dalam kehidupan masyarakatnya. Negara atau pemerintahan memegang tanggung jawab pada kehidupan rakyatnya, negara atau pemerintahan harus mampu menyelesaikan segala permasalahan-permasalahan yang terjadi. Untuk mengatasinya diperlukan kebijakan yang berupa kebijakan publik atau kebijakan yang berlaku secara umum bagi rakyatnya. Kebijakan publik yang akan dikeluarkan diharapkan menjadi solusi atas permasalahan-permasalahan tersebut. Berikut penjelasan/ pengertian kebijakan menurut beberapa ahli:
1.      *Mustopadidjaja (2002)  kebijakan publik adalah suatu keputusan yang dimaksudkan untuk tujuan mengatasi permasalahan yang muncul dalam suatu kegiatan tertentu yang dilakukan oleh instansi pemerintahan dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan.
2.      *Thomas R.Dye (1981)  kebijakan publik adalah apa yang tidak dilakukan maupun dilakukan pemerintah.
3.      *Easton (1969)  kebijakan publik sebagai pengalokasian nilai-nilai kekuasaan untuk seluruh masyarakat yang keberadaannya mengikat.
4.      *Anderson (1975)  kebijakn publik adalah kebijakan-kebijakan yang dibangun oleh badan atau pejabat-pejabat pemerintahan.
5.      *Chandler dan Plano (1998)  kebijakan publik adalah pemanfaatn yang strategis terhadap sumberdaya-sumber daya yang ada untuk memecahkan masalah-masalah publik atau pemerintah.
Menurut penulis kebijakan publik adalah segala sesuatu yang dikeluarkan pemerintah untuk mengatasi segala masalah-masalh yang terjadi di masyarakatnya. Kebijakan publik menitik beratkan pemerintahan sebagai pembuat keputusan. Sebelum pemerintah memberikan kebijakan     publik, terdapat proses analisis kebijakan. *Menurut Dunn (1994), proses analisis kebijakan adalah serangkaian aktivitas dalam proses kegiatan yang bersifat politis.
______________________________
Penulis adalah mahasiswa di Universitas Negeri Medan, Sumatera Utara
                                                                                                                                                                   halaman  5
aktivitas politis tersebut diartikan sebagai proses pembuatan kebijakan dan divisualisasikan sebagai serangkaian tahap yang saling tergantung, yaitu : 1. Penyusunan agenda, 2. Formulasi kebijakan, 3. Adopsi kebijakan, 4. Implementasi kebijakan, 5. Penilaian kebijakan. Sedangkan menurut Wayne Parsons dalam bukunya “PUBLIK POLICY”, menyatakan analisis proses kebijakan adalah bagaimana cara mendefinisikan problem, menetapkan agenda, merumuskan kebijakan, mengambil keputusan, serta mengevaluasi dan mengimplementtasikan kebijakan.
Karena begitu banyaknya terdapat hal-hal yang mengenai kebijakan publik, bahasan yang akan dibahasa dalam penulisan ini adalah otonomi daerah ditinjau dari segi pendidikan yang terjadi. Berbicara mengenai otonomi daerah maka kita harus mengerti apa itu otonomi daerah. Otonomi daerah adalah hak wewenang dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Yang menjadi dasar hukum otonomi daerah adalah UUD RI Tahun 1945 pasal 18, UU No. 32 Tahun 2004 dan Peraturan Pemerintah pengganti Undang-Undang No. 3 Tahun 2003. *Ada pun tujuan otonomi daerah antara lain: 1. Peningkatan pelayanan masyarakat yang semakin baik, 2. Pengembangan kehidupan demokrasi, 3. Keadilan, 4. Pemerataan, 5. Pemeliharaan hubungan yang serasi antara Pusat dan Daerah serta antara daerah dalam rangka keutuhan NKRI, 6. Mendorong untuk memberdayakan masyarakat, 7. Menumbuhkan prakarsa dan kreatifitas meningkatkan peran serta masyarakat, mengembangkan peran dan fungsi DPRD. Ketika tujuan umum dari sutu organisasi telah ditentukan, itu bukan berarti bahwa proses keputusan telah selesai, tugas ‘memutuskan’ ada di seluruh bagian administrasi organisasi (Simon dalam Wayne Parsons, 2005 : 247). Untuk memberi hak otonom kepada suatu daerah setidaknya daerah harus mencukupi tiga aspek yang menjadi syarat, sebagai berikut:
1.      Administrasi
a. untuk provinsi meliputi persetujuan DPRD provinsi dan gubernur
b. untuk kabupaten meliputi persetujuan DPD kabupaten atau Bupati
______________________________
Penulis adalah mahasiswa di Universitas Negeri Medan, Sumatera Utara.
                                                                                                   halaman  6
2.      Teknis
a. kemampuan ekonomi
b. potensi daerah
c. sosial budaya
d. sosial politik
e. kependudukan
f. luas daerah
g. pertahanan
h. keamanan
i. faktor lain yang memungkinkan terselengaranya otonomi daerah
3.      Fisik
a. paling sedikit 5 kabupaten untuk provinsi
b. paling sedikit 4 kecamatan untuk kabupaten
Bagaiman cara melihat bahwa suatu daerah itu dikatakan berhasil menjalankan otonomi daerahnya atau bagaiman suatu daerah menjalankan pemerintahannya  dapat dilihat dari berbagai aspek. Aspek-aspek tersebut dapat berupa pendapatan asli daerah (PAD), sumber daya manusia (SDM), mutu pendidikan dan lain-lain. Yang akan di bahas dalam penulisan ini adalah bagaiman kualitas pendidikan Indonesia sejak pendidikan itu berubah arah dari sentralistik menjadi desentralistik. Sejauh mana daerah-daerah menyiapkan diri selama ini mengubah mutu pendidikan dan bagaiman kualitas para guru selama reformasi ini. Otonomi daerah dalam pendidikan dapat juga disebut otonomi pendidikan, karena daerah-daerah diberi mandat kebebasan mengatur manajemen pendidikan di setiap daerahnya masing-masing. Otonomi pendidikan menurut Undang-Undang sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003 adalah terungkap pada Bak Hak dan Kewajiban Warga Negara, Orang tua, masyarakat dan Pemerintah.


______________________________
Penulis adalah mahasiswa di Universitas Negeri Medan, Sumatera Utara.
                                                                                                   halaman  7

Walaupun pemberian hak otonom kepada daerah untuk menjalankan sendiri pendidikan di daerahnya, pemerintah pusat juga mempunyai hak atau wewenang untuk melakukan intervensi pendidikan berupa standard kompetensi siswa, pengaturan kurikulum nasional dan penilaian secara nasional, standard materi pelajaran pokok, gelar akademik, biaya peyelenggaraan pendidikan, penerimaan perpindahan, sertifikasi siswa/mahasiswa, benda cagar budaya, dan kalender akademik. Berikut konsep otonomi pendidikan dalam konteks desentralisasi pndidikan menurut Tilaar yang mencakup enam aspek, yakni: 1. Pengaturan perimbangan kewenangan pusat dan daerah, 2. Manajemen partisipasi masyarakat dalam pendidikan, 3. Penguatan kapasitas manajemen pemerintahan daerah, 4. Pemberdayaan bersama sumber daya pendidikan, 5. Hubungan kemitraan “stakeholder” pendidikan, dan 6. Pengembangan infrastruktur sosial.   Dari penjelasan Tilaar dapat disimpulkan bahwa konsep otonomi pendidikan mengandung pengertian yang luas, mencakup filosofi, tujuan, format dan isi pendidikan serta manajemen pendididkan itu sendiri. Secara implikasinya bahwa setiap daerah otonomi harus memiliki visi dan misi pendidikan yang jelas dan jauh ke depan dengan pengkajian yang mendalam dan meluas sesuai dengan perkembangan penduduk dan masyarakat untuk memperoleh konstruk masyarakat di masa depan dan tindak lanjutnya. Kemandirian daerah harus diawali dengan evaluasi diri, melakukan analisis faktor internal dan eksternal daerah guna mendapat suatu gambaran nyata tentang kondisi daerah sehingga penyusunan strategi yang matang dan mantab dalam upaya mengangkat harkat dan martabat masyarakat daerah yang berbudaya dan berdaya saing tinggi melalui otonomi pendidikan yang produktif. Untuk mengoptimalkan desentralisasi pendidikan yang dilakukan daerah-daerah memerlukan peran masyarakat, karena sistem berfikir masyarakat adalah tongkat mutu pendidikan suatu daerah. Keikutsertaan masyarakat dalam pelaksanaan kebijaksanaan, tidak sekedar dipandang sebagai loyalitas rakyat atas pemerintahnya, melainkan kebijakan tersebut harus dianggap oleh masyarakat sebagai miliknya (Ali Imron 2008: 80).
______________________________
Penulis adalah mahasiswa di Universitas Negeri Medan, Sumatera Utara.
                                                                                                   halaman  8
Apabila pendidikan disingkirkan  dari tanggung jawab dan partisipasi masyarakat, maka pendidikan itu akan menjadi asing dari masyarakat karena tidak memberikan jawab terhadap kebudayaan nyata. Dengan kata lain pendidikan yang terlepas dari masyarakat dan budaya masyarakatnya, adalah pendidikan yang tidak mempunyai akuntabilitas . Semakin besar partisipasi masyarakat didalam pendidikannya, semakin tinggi pula akuntabilitas pendidikan tersebut, termasuk di dalam relevansi pendidikan terhadap kebutuhan yang nyata dalam masyarakat. Sistem desentralisasi pendidikan yang telah dianut, memungkinkan peningkatan partisipasi masyarakat di dalam usahanya untuk menciptakan masyarakat yang madani. Masyarakat madani Indonesia yang secara keseluruhan  menentukan akuntabilitas dan relevansi pendidikan.
Dalam perjalanan bangsa Indonesia telah melalui banyak rintangan dalam dan masalah-masalah didalamnya. Tilaar mencatat setelah Indonesia telah merdeka selama 54 tahun, terdapat 4 indikator perkembangan sistem pendidikan nasionala, yaitu: 1. Popularisasi pendidikan, 2. Sitematisasi pendidikan, 3. Poliferasi pendidikan, dan 4. Politisasi pendidikan. Di dalam ke empat indikator tersebut yang paling sangat di mengerti dalam sitematisasi pendidikan, yaitu bagaimana peran para guru untuk mengajarkan sistematisasi pendidikan kepada anak didik secara baik sesuai dengan manajemen pendidikan yang dibuat oleh daerah dan pusat.  Secara kasat mata manajemen pendidikan yang dilakukan daerah serta intervensi dari pusat merupakan  manajemen pendidikan yang sangat baik. Namun bagaimana menjalankan manajemen pendidikan  ini secara total kepada daerah-daerah agar mencipatakan mutu pendidikan yang lebih baik apabila keinginan pemerintah daerah tidak berniat untuk melakukan perubahan, dan kualitas guru masih dalam bilangan rendah. Guru yang baik dalam berbagai aspek adalah bentukan dari perguruan tinggi yang dianut oleh guru tersebut. Perguruan tinggi harus mampu mencetak para guru yang handal dan baik dalam bidangnya. kurangnya banyak para guru yang tercipta saat ini membuat carut marut pendidikan kita belum memiliki perubahan yang signifikan. Sikap moral yang semakin melorot dari para anak didik, kurangnya keinginan belajar, apatisme para anak didik, dan hal-hal lainnya semakin membuat pendidikan saat ini terbilang buruk.
______________________________
Penulis adalah mahasiswa di Universitas Negeri Medan, Sumatera Utara.
                                                                                                   halaman  9
Masalah kuantitas dan kualitas guru saat ini, merupakan hal yang dilematis. Secara objektif dilapangan jumlah guru saat ini memang kurang memadai, namun hal ni tidak dapat dipukul rata begitu saja karena ternyata jumlah yang sedikit ini salah satu indikatornya adalah masalah pemerataan guru. Idealnya dalam satu sekolah, seperti SD, memiliki enam orang guru kelas, dua guru bidang studi, satu kepala sekolah dan satu pesuruh (minimal sepuluh orang). Namun kenyataanya dibanyak pedesaan, jumlah guru sekolah hanya sekitar 3-4 orang,. Bahkan ada yang satu guru untuk satu sekolah, juga pesuruh blum lagi sarana dan prasarana yang belum memadai. Sementara di perkotaan, yang sarana dan prasarananya bagus terjadi penumpukan guru. Kuantitas guru yang amat dilematis jika digeneralisasikan secara umum memang masih banyak sekolah-sekolah yang kekurangan guru. Mengenai kualitas, seorang guru memiliki posisi strategis dalam usaha tercapainya kualitas pendidikan yang semakin baika amat dituntut kemampuan profesionalnya.  Menurut Surya (dalam Kunandar 2007 : 47) guru yang professional akan tercermin dalam pelaksanaan pengabdian tugas-tugas yang ditandai dengan keahlian baik dalam materi maupun metode. Seperti kebijakan sertifikasi yang dilakukan saat ini mudah-mudahan kebijakan itu mampu mendorong kulitas dan kuantitas guru kearah yang lebih baik lagi. Tujuan sertifikasi guru antara lain : 1. Menetukan kelayakan guru dalam melaksanakan tugas sebagai agen pembelajaran dan mewujudkan tujuan pendidikan nasional, 2. Peningkatan proses dan mutu hasil-hasil pendidikan, 3. Peningkatan profesionalisme guru. Sedangkan manfaat dari sertifikasi guru adalah melindungi profesi guru dari praktik-praktik yang tidak kompeten, yang dapat merusak citra profesi guru, melindungi masyarakat dari praktik-praktik pendidikan yang tidak berkualifikasi dan tidak professional, dan menjaga lembaga penyelenggara tenaga kependidikan (LPTK) dan keinginan internal dan tekanan eksternal yang menyimpang dari ketentuan-ketentuan yang berlaku. Sertifikasi guru merupakan keniscayaan masa depan untuk meningkatkan kualias dan martabat guru, menjawab arus globalisasi dan menyisiasati sistem desentralisasi.

______________________________
Penulis adalah mahasiswa di Universitas Negeri Medan, Sumatera Utara.
                                                                                                   halaman 10
Tantangan globalisasi terhadap perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, tugas dan peranalam guru dari hari kehari semakin berat. Diharapkan dengan kebijakan pemerintah mengenai guru ditanah air, guru selaku komponen utama dalam dunia pendidikan mampu mengimbangi bahkan melampaui IPTEK yang berkembang pesat dimasyarakat. Menurut Kunandar terdapat 5 tantangan globalisasi yang harus disikapi guru dengan mengedepankan profesionalismenya, sebagai berikut: 1. IPTEK yang cepat dan mendasar, 2. Krisis moral yang melanda negara Indonesia akibat dari perkembangan IPTEK, 3. Krisis sosial, seperti kriminalitas, kekerasan, pengangguran, dan kemiskinan yang terjadi dimasyarakat akibat dari industry dan kapitalisme, 4. Krisis indentitas sebagai bagian dari bangsa Indonesia, dan 5. Adanya perdagangan bebas. Proses pembelajaran antara guru dan anak didik disertai dengan lingkungan sehingga terjadi perilaku kea rah yang lebih baik. Dalam pembelajaran tugas guru yang paling utama adalah mengondisikan lingkungan agar menunjang terjadinya perubahan perilaku anak didik. Menurut Djahiri (dalam Kunandar 2007 : 287) mengatakan dalam proses pembelajaran prinsip utamanya adalah adanya proses keterlibatan seluruh atau sebagian besar potensi dari anak didik dan kebermaknaannya bagi diri dan kehidupannya saat ini dan dimasa yang akan datang. Setelah melakukan pembelajaran para guru diharapkan mampu melakukan evaluasi hasil belajar. Alas an mengapa evaluasi sangat diperlukan antara lain: 1. Dengan evaluasi hasil belajar dapat diketahui apakah tujuan pendidikan sudah tercapai dengan baik untuk memperbaiki serta mengarahkan pelaksanaan proses belajar mengajar, 2. Kegiatan mengevaluasi terhadap hasil belajar merupakan salah satu ciri dari pendidikan professional, dan 3. Bila dilihat dari pendekatan kelembagaan, kegiatan pendidikan adalah merupakan kegiatan manajemen, yang meliputi kegiatan planning, programming, organizing, actuating, controlling dan evaluating. Tujuan dari pada evaluasi untuk mengetahui tercapai tidaknya kompetensi dasar yang telah dutetapkan. Program evaluasi yang hendaknya dimiliki sekolah adalah: perinciaan tujuan, 2. Perinciaan aspek pertumbuhan, 3. Metode evaluasi, 4. Masalah alat evaluasi, 5. Criteria dan skala yang digunakan dan 6. Jadwal eavluasi.
______________________________
Penulis adalah mahasiswa di Universitas Negeri Medan, Sumatera Utara.
Jurnal Ilmu Politik, Volume 01, 01 Desember 2012                                                                                        halaman 10
C.     Kesimpulan Dan Saran
Desentralisasi pendidikan menempatkan sekolah sebagai garis depan dalam berperilaku untuk mengelola pendidikan. Desentralisasi juga memberikan apresiasi terhadap perbedaan kemampuan dan keberanekaragaman kondisi daerah dan rakyatnya. Perubahan paradigma sistem pendidikan membutuhkan masa transisi. Reformasi pendidikan merupakan realitas yang harus dilaksanakan, sehingga diharapkan para pelaku maupun penyelenggara pendidikan harus proaktif, kritis dan mau berubah. Belajar dari pengalaman sebelumnya yang sentralistik dan kurang demokratis membuat bangsa ini menjadi  terpuruk. Marilah kita melihat kepentingan bangsa dalam arti luas dari pada kepentingan pribadi atau golongan atau kepentingan pemerintah pusat semata dengan menyelenggarakan otonomi pendidikan sepenuh hati dan konsisten dalam rangka mengangkat harkat dan martabat bangsa dan masyarakat yang berbudaya dan berdaya saing tinggi sehingga bangsa ini duduk sejajar dengan bangsa-bangsa maju di dunia.
Demokratisasi pendidkan(desentralistik pendidikan) harus dimulai dari proses evaluasi pengembangan kurikulum, dan tidak hanya sekedar konteks pe-nyusunan kurikulum sekolah secara keseluruhan, tetapi juga pengimplementasinya pada setiap mata pelajaran disetiap level tertentu. Mengenai guru, sebaiknya guru melakukan tes kompetensi kepada siswanya di awal pembelajaran untuk menetapkan batas-batas awal kurikulum yang harus dibelajarkan, serta mengukur waktu yang diperlukan untuk mencapai batas kompetensi tertentu dengan kualitas input yang mereka terima. Proses pembelajaran yang dilakukan guru harus demokratis, yakni semua siswa dalam semua kategori memperoleh layanan yang wajar dari guru, bahkan guru sebaiknya bertanya pada siswanya tentang pokok bahasan yang ingin mereka pelajari, berikut bentuk-bentuk penugasannya, lalu dibahas bersama  sehingga sampai pada kesepakatan dengan tidak mengabaiakan tujuan pembelajaran, dan target-target kurikuler yang harus dicapai. Pendekatan collaborative learning diharapkan mampu menumbuhkan rasa memiliki siswa terhadapa program pembelajaran yang dilakukan, penghargaan yang wajar pada siswa, dan gairah belajar siswa harus ditingkatkan.
______________________________
Penulis adalah mahasiswa di Universitas Negeri Medan, Sumatera Utara.
                                                                                                   halaman 12
Daftar Pustaka

Imron, Ali., 2008. Kebijaksanaan Pendidikan di Indonesia : proses produk dan masa depannya. Jakarta : Bumi Aksara.
 Prof. Dr. Dede Rosyada, MA., 2007. Paradigma Pendidikan Demokrasi : Sebuah Model Pelibatan Masyarakat dalam Penyelenggaraan Pendidikan. Jakarta : Kencana Prenada Media Group.
Persons, Wayne., 2006. Public Policy : Pengantar Teori dan Praktik Analisis Kebijakan. Jakarta : Kencana Prenada Media Group
M. Cham, Sam dan T.Sam, Tuti., 2005. Analisis SWOT : Kebijakan Pendidikan Era Otonomi Daerah. Jakarta :  PT RajaGrafindo Persada.
Kumandar, S.Pd., M.Si., 2007. Guru Profesional : Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dan Sukses dalam Sertifikasi Guru. Jakarta : PT RajaGrafindo Persada.
http://naddiiiaaa.wordpress.com/2011/04/26/otonomi-daerah/
NB      : Tanda * diambil dari internet