KEBIJAKAN
PUBLIK DALAM PEMBERIAN OTONOMI DAERAH
(
DI TINJAU DARI SEGI PENDIDIKAN )
Oleh
:
Indra
Nuansa H Silaban
3123311022
A
Ekstensi
Email:
Indra.nuansa_silaban@yahoo.co.id
Abstrak
Undang-Undang no.22 dan 25 Tahun
1999 tentang otonomi daerah, memberi dampak terhadap pelaksanaan pada manajemen
pendidikan. Pemberlakuan undang-undang tersebut menuntut adanya perubahan
pengelolaan pendidikan dari yang bersifat sentralistik kepada yang bersifat
desentralistik. Pemberlakuan desentralisasi pendidikan mengharuskan
diperkuatnya landasan pendidikan yang demokratis, transparan efisien dan
melibatkan partisipasi masyarakat. Walaupun sistem desentralisasi dilakukan
dalam bidang pendidikan untuk mengurus masalah-masalah pendidikan dibutuhkan
juga intervensi pemeritahan dan penguasa. Penulisan ini bertujuan untuk
mengetahui bagaimana pemberlakuan sistem pendidikan Indonesia yang terdapat
didaerah-daerah akibat dari otonomi daerah dan kesinambungan pendidikan
perkotaan dan pedesaan (daerah). Kualitas dan kuantitas guru sangat diperlukan
dalam sistem pendidikan saat ini dalam pengembanan tugas dalam sikap para anak
didik serta bagaimana kondisi pendidikan diperkotaan dan dipedesaan dalam
mewujudkan sumber daya manusia yang baik. Melihat sikap dan moral anak didik
saat ini dipertanyakan bagaimana sitem pendidikan yang dianut oleh negara
Indonesia.
Key
word : otonomi daerah, desentralisasi pendidikan, kualitas para guru, dan
sistem pendidikan Indonesia
Jurnal Ilmu Politik,
Volume 01, 01 Desember 2012 halaman 1
A. Pendahuluan
Tulisan sederhana ini dibuat untuk untuk mengenapi
mata kuliah Ilmu Politik yang diajarkan oleh Drs. Halking, M.Si. dan wakilnya
Budi Alimukmin, S.IP., M.A serta memberi pengetahuan yang baru bagi para
pembaca mengenai kebijakan publik, terutama kebijakan publik dalam sistem
desentralisai akibat dari otonomi yang ditinjau dari segi pendidikan yang telah
terjadi. Analisis dalam artikel ini kebanyak dikutip oleh penulis dari berbagai
buku dan artikel dari internet yang di baca serta di pahami penulis. Bukan
merupakan suatu pengetahuan yang diketahui penulis.
Pemberlakuan sistem desentralisasi akibat
pemberlakuan Undang-Undang No.22 Tahun 1999 tentang otonomi pemerintahan
daerah, memberi dampak terhadap pelaksanaan pada manajemen pendidikan yaitu
manajemen yang memberi ruang gerak yang lebih luas kepada pengelolaan
pendidikan untuk menemukan strategi berkompetisi dalam era kompetitif mencapai
output pendidikan yang berkualitas dan mandiri. Kebijakan desentralisasi akan
berpengaruh secara signifikan dalam pembangunan pendidikan di Indonesia. Serta
sesuai dengan UUD RI Tahun 1945 menyatakan bahwa salah tujuan membentuk negara
kesatuan Republik Indonesia ialah mencerdaskan kehidupan bangsa. Bangsa yang
cerdas adalah bangsa yang mampu menghadapi kesulitan yang dihadapi. Untuk
mencerdasakan kehidupan bangsa, tunjangan dari pendidikan formal dan non formal
sangat mempengaruhinya. Setiap generasi ingin mewariskan sesuatu kepada
generasi penerusnya. Sesuatu itu dapat berupa pengetahuan, keterampilan, sikap
dan nilai yang merupakan produk budaya. Sebagai alat atau suatu saran pewarisan
tersebut sering menggunakan pendidikan. Pemberlakuan
dalam desentralisasi pendidikan mengharuskan diperkuatnya landasan dasar
pendidikan yang demokratis, transparan, efisien dan melibatkan partisipasi
masyarakat daerah. *(Muctar Buchori dalam Marihot 2001) menyatakan pendidikan
merupakan faktor penentu keberhasilan pembangunan manusia, karena pendidikan
berfungsi sebagai pengembang pengetahuan, ketrampilan, nilai dan kebudayaan
______________________________
Penulis
adalah mahasiswa di Universitas Negeri Medan, Sumatera Utara. halaman
2
*Setidaknya
ada 4 dampak positif untuk mendukung kebijakan desentralisasi pendidikan yang
dikemukakan oleh Marihot Manullang, yaitu :
1. Peningkatan
mutu, yaitu dengan kewenangan yang dimiliki sekolah maka sekolah lebih leluasa
mengelola dan memberdayakan potensi sumber daya yang dimiliki;
2. Efisiensi
Keuangan hal ini dapat dicapai dengan memanfaatkan sumber-sumber pajak lokal
dan mengurangi biaya operasional;
3. Efisiensi
Administrasi, dengan memotong mata rantai birokrasi yang panjang dengan
menghilangkan prosedur yang bertingkat-tingkat;
4. Perluasan
dan pemerataan, membuka peluang penyelenggaraan pendidikan pada daerah pelosok
sehingga terjadi perluasan dan pemerataan pendidikan.
*Desentralisasi pendidikan dapat terjadi dalam tiga
tingkatan, yaitu Dekonstrasi, Delegasi, dan Devolusi (Fiorestal dalam Marihot
1997). Dekonstrasi adalah proses pelimpahan sebagai kewenangan kepada
pemerintahan atau lembaga yanglebih rendah dengan supervisi dan pusat.
Sementara Delegasi mengandung makna terjadinya penyerahan kekuasaan yang penuh
sehingga tidak lagi memerlukan supervise dan pemerintah pusat. Pada tingkat
Devolusi di bidang pendidikan terjadi apabila memenuhi : 1. Terpisahnya
peraturan perundangan yang mengatur pendidikan di daerah dan di pusat, 2.
Kebebasan lembaga daerah dalam mengelola pendidikan, 3. Lepas dari supervise hirarkhis dan pusat,
dan 4. Kewenangan lembaga daerah diatur dengan peraturan perundangan. Sedangkan
menurut Tilaar (dalam Sam M. Chan & Tuti T. Sam) mempertegaskan bahwa
desentralisasi pendidikan merupakan suatu keharusan. Menurutnya, ada tiga hal
yang berkaitan dengan urgensi desentralisasi pendidikan, yaitu: 1. Pembangunan masyarakat
demokrasi, 2.
Pengembangan social capital, dan 3. Peningkatan daya saing bangsa. Dikarenakan
ketiga hal tersebut dijadikan alasan mengapa desentralisasi pendidikan harus
dilakukan oleh bangsa Indonesia.
______________________________
Penulis
adalah mahasiswa di Universitas Negeri Medan, Sumatera Utara.
halaman
3
*Menurut Marihot Manullang dalam konteks otonomi pendidikan,
secara alamiah (nature) pendidikan adalah otonom. Otonomi pada hakikatnya
bertujuan untuk memandirikan seseorang atau suatu lembaga atau suatu daerah,
sehingga otonomi pendidikan mempunyai tujuan untuk memberi suatu otonomi dalam
mewujudkan fungsi manajemen pendidikan kelembagaan. Namun sejak dilaksanakannya
otonomi pendidikan, ternyata pelaksanaannya belum berjalan sebagaimana
diharapkan, justru pemberlakuan otonomi membuat banyak masalah bagi
daerah-daerah di Indonesia antara lain: 1. Sumber daya manusia (SDM) mereka belum memadai, 2. Sarana dan
prasarana mereka belum tersedia, 3. Anggaran pendapatan asli daerah (PAD)
mereka sangat rendah, 4. Kurangnya kesiapan mental terhadap sebuah perubahan,
dan 5. Cenderung takut terhadap upaya perubahan. Hala-hal tersebut dilihat dari
ketidak siapan daerah menerima wewenang sepenuhnya. Sedangkan, pengertian
otonomi pendidikan sesungguhnya terkandung makna demokrasi dan keadilan sosial,
artinya pendidikan dilakukan secara demokrasi sehingga tujuan yang diharapkan
dapat diwujudkan dan pendidikan diperuntukkan bagi kepentingan masyarakat,
sesuai dengan cita-cita bangsa dalam UUD RI Tahun 1945. Berdasarkan
masalah-masalah tersebut, maka pengurusan-pengurusan pendidikan dibutuhkan
intervensi pemerintah untuk membuat pendidikan itu lebih baik. Walaupun berlaku
nya UU No 22 tahun 1999 tentang desentralisasi pendidikan, tanpa intervensi
pemerintah sistem desentralisasi pendidikan akan timpang dikarenakan pendidikan
dianggap sekedar peristiwa sosial oleh masyarakat.
______________________________
Penulis
adalah mahasiswa di Universitas Negeri Medan, Sumatera Utara.
halaman
4
B. Pembahasan
Suatu negara pasti memiliki berbagai masalah dalam
kehidupan masyarakatnya. Negara atau pemerintahan memegang tanggung jawab pada
kehidupan rakyatnya, negara atau pemerintahan harus mampu menyelesaikan segala
permasalahan-permasalahan yang terjadi. Untuk mengatasinya diperlukan kebijakan
yang berupa kebijakan publik atau kebijakan yang berlaku secara umum bagi
rakyatnya. Kebijakan publik yang akan dikeluarkan diharapkan menjadi solusi
atas permasalahan-permasalahan tersebut. Berikut penjelasan/ pengertian
kebijakan menurut beberapa ahli:
1. *Mustopadidjaja
(2002)
kebijakan
publik adalah suatu keputusan yang dimaksudkan untuk tujuan mengatasi
permasalahan yang muncul dalam suatu kegiatan tertentu yang dilakukan oleh
instansi pemerintahan dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan.
2. *Thomas
R.Dye (1981)
kebijakan publik adalah apa yang tidak
dilakukan maupun dilakukan pemerintah.
3. *Easton
(1969)
kebijakan
publik sebagai pengalokasian nilai-nilai kekuasaan untuk seluruh masyarakat
yang keberadaannya mengikat.
4. *Anderson
(1975)
kebijakn publik adalah kebijakan-kebijakan
yang dibangun oleh badan atau pejabat-pejabat pemerintahan.
5. *Chandler
dan Plano (1998)
kebijakan publik adalah pemanfaatn yang
strategis terhadap sumberdaya-sumber daya yang ada untuk memecahkan
masalah-masalah publik atau pemerintah.
Menurut penulis kebijakan publik adalah segala
sesuatu yang dikeluarkan pemerintah untuk mengatasi segala masalah-masalh yang
terjadi di masyarakatnya. Kebijakan publik menitik beratkan pemerintahan
sebagai pembuat keputusan. Sebelum pemerintah memberikan kebijakan publik, terdapat proses analisis kebijakan.
*Menurut Dunn (1994), proses analisis kebijakan adalah serangkaian aktivitas
dalam proses kegiatan yang bersifat politis.
______________________________
Penulis
adalah mahasiswa di Universitas Negeri Medan, Sumatera Utara
halaman
5
aktivitas
politis tersebut diartikan sebagai proses pembuatan kebijakan dan
divisualisasikan sebagai serangkaian tahap yang saling tergantung, yaitu : 1.
Penyusunan agenda, 2. Formulasi kebijakan, 3. Adopsi kebijakan, 4. Implementasi
kebijakan, 5. Penilaian kebijakan. Sedangkan menurut Wayne Parsons dalam
bukunya “PUBLIK POLICY”, menyatakan analisis proses kebijakan adalah bagaimana
cara mendefinisikan problem, menetapkan agenda, merumuskan kebijakan, mengambil
keputusan, serta mengevaluasi dan mengimplementtasikan kebijakan.
Karena begitu banyaknya terdapat hal-hal yang
mengenai kebijakan publik, bahasan yang akan dibahasa dalam penulisan ini
adalah otonomi daerah ditinjau dari segi pendidikan yang terjadi. Berbicara
mengenai otonomi daerah maka kita harus mengerti apa itu otonomi daerah.
Otonomi daerah adalah hak wewenang dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur
dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat
sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Yang menjadi dasar hukum otonomi
daerah adalah UUD RI Tahun 1945 pasal 18, UU No. 32 Tahun 2004 dan Peraturan
Pemerintah pengganti Undang-Undang No. 3 Tahun 2003. *Ada pun tujuan otonomi
daerah antara lain: 1. Peningkatan pelayanan masyarakat yang semakin baik, 2.
Pengembangan kehidupan demokrasi, 3. Keadilan, 4. Pemerataan, 5. Pemeliharaan
hubungan yang serasi antara Pusat dan Daerah serta antara daerah dalam rangka
keutuhan NKRI, 6. Mendorong untuk memberdayakan masyarakat, 7. Menumbuhkan
prakarsa dan kreatifitas meningkatkan peran serta masyarakat, mengembangkan
peran dan fungsi DPRD. Ketika tujuan umum dari sutu organisasi telah
ditentukan, itu bukan berarti bahwa proses keputusan telah selesai, tugas
‘memutuskan’ ada di seluruh bagian administrasi organisasi (Simon dalam Wayne
Parsons, 2005 : 247). Untuk memberi hak otonom kepada suatu daerah setidaknya
daerah harus mencukupi tiga aspek yang menjadi syarat, sebagai berikut:
1. Administrasi
a. untuk provinsi
meliputi persetujuan DPRD provinsi dan gubernur
b. untuk kabupaten meliputi
persetujuan DPD kabupaten atau Bupati
______________________________
Penulis
adalah mahasiswa di Universitas Negeri Medan, Sumatera Utara.
halaman
6
2. Teknis
a. kemampuan ekonomi
b. potensi daerah
c. sosial budaya
d. sosial politik
e. kependudukan
f. luas daerah
g. pertahanan
h. keamanan
i. faktor lain yang
memungkinkan terselengaranya otonomi daerah
3. Fisik
a. paling sedikit 5
kabupaten untuk provinsi
b. paling sedikit 4 kecamatan untuk
kabupaten
Bagaiman cara melihat bahwa suatu daerah itu
dikatakan berhasil menjalankan otonomi daerahnya atau bagaiman suatu daerah
menjalankan pemerintahannya dapat
dilihat dari berbagai aspek. Aspek-aspek tersebut dapat berupa pendapatan asli
daerah (PAD), sumber daya manusia (SDM), mutu pendidikan dan lain-lain. Yang
akan di bahas dalam penulisan ini adalah bagaiman kualitas pendidikan Indonesia
sejak pendidikan itu berubah arah dari sentralistik menjadi desentralistik.
Sejauh mana daerah-daerah menyiapkan diri selama ini mengubah mutu pendidikan
dan bagaiman kualitas para guru selama reformasi ini. Otonomi daerah dalam
pendidikan dapat juga disebut otonomi pendidikan, karena daerah-daerah diberi
mandat kebebasan mengatur manajemen pendidikan di setiap daerahnya
masing-masing. Otonomi pendidikan menurut Undang-Undang sistem Pendidikan
Nasional No. 20 Tahun 2003 adalah terungkap pada Bak Hak dan Kewajiban Warga
Negara, Orang tua, masyarakat dan Pemerintah.
______________________________
Penulis
adalah mahasiswa di Universitas Negeri Medan, Sumatera Utara.
halaman
7
Walaupun pemberian hak otonom kepada daerah untuk
menjalankan sendiri pendidikan di daerahnya, pemerintah pusat juga mempunyai
hak atau wewenang untuk melakukan intervensi pendidikan berupa standard
kompetensi siswa, pengaturan kurikulum nasional dan penilaian secara nasional,
standard materi pelajaran pokok, gelar akademik, biaya peyelenggaraan
pendidikan, penerimaan perpindahan, sertifikasi siswa/mahasiswa, benda cagar
budaya, dan kalender akademik. Berikut konsep otonomi pendidikan dalam konteks
desentralisasi pndidikan menurut Tilaar yang mencakup enam aspek, yakni: 1.
Pengaturan perimbangan kewenangan pusat dan daerah, 2. Manajemen partisipasi
masyarakat dalam pendidikan, 3. Penguatan kapasitas manajemen pemerintahan
daerah, 4. Pemberdayaan bersama sumber daya pendidikan, 5. Hubungan kemitraan
“stakeholder” pendidikan, dan 6. Pengembangan infrastruktur sosial. Dari penjelasan Tilaar dapat disimpulkan
bahwa konsep otonomi pendidikan mengandung pengertian yang luas, mencakup
filosofi, tujuan, format dan isi pendidikan serta manajemen pendididkan itu
sendiri. Secara implikasinya bahwa setiap daerah otonomi harus memiliki visi
dan misi pendidikan yang jelas dan jauh ke depan dengan pengkajian yang
mendalam dan meluas sesuai dengan perkembangan penduduk dan masyarakat untuk
memperoleh konstruk masyarakat di masa depan dan tindak lanjutnya. Kemandirian
daerah harus diawali dengan evaluasi diri, melakukan analisis faktor internal
dan eksternal daerah guna mendapat suatu gambaran nyata tentang kondisi daerah
sehingga penyusunan strategi yang matang dan mantab dalam upaya mengangkat
harkat dan martabat masyarakat daerah yang berbudaya dan berdaya saing tinggi
melalui otonomi pendidikan yang produktif. Untuk mengoptimalkan desentralisasi
pendidikan yang dilakukan daerah-daerah memerlukan peran masyarakat, karena
sistem berfikir masyarakat adalah tongkat mutu pendidikan suatu daerah.
Keikutsertaan masyarakat dalam pelaksanaan kebijaksanaan, tidak sekedar
dipandang sebagai loyalitas rakyat atas pemerintahnya, melainkan kebijakan
tersebut harus dianggap oleh masyarakat sebagai miliknya (Ali Imron 2008: 80).
______________________________
Penulis
adalah mahasiswa di Universitas Negeri Medan, Sumatera Utara.
halaman
8
Apabila
pendidikan disingkirkan dari tanggung
jawab dan partisipasi masyarakat, maka pendidikan itu akan menjadi asing dari
masyarakat karena tidak memberikan jawab terhadap kebudayaan nyata. Dengan kata
lain pendidikan yang terlepas dari masyarakat dan budaya masyarakatnya, adalah
pendidikan yang tidak mempunyai akuntabilitas . Semakin besar partisipasi
masyarakat didalam pendidikannya, semakin tinggi pula akuntabilitas pendidikan
tersebut, termasuk di dalam relevansi pendidikan terhadap kebutuhan yang nyata
dalam masyarakat. Sistem desentralisasi pendidikan yang telah dianut,
memungkinkan peningkatan partisipasi masyarakat di dalam usahanya untuk
menciptakan masyarakat yang madani. Masyarakat madani Indonesia yang secara
keseluruhan menentukan akuntabilitas dan
relevansi pendidikan.
Dalam perjalanan bangsa Indonesia telah melalui
banyak rintangan dalam dan masalah-masalah didalamnya. Tilaar mencatat setelah
Indonesia telah merdeka selama 54 tahun, terdapat 4 indikator perkembangan
sistem pendidikan nasionala, yaitu: 1. Popularisasi pendidikan, 2. Sitematisasi
pendidikan, 3. Poliferasi pendidikan, dan 4. Politisasi pendidikan. Di dalam ke
empat indikator tersebut yang paling sangat di mengerti dalam sitematisasi
pendidikan, yaitu bagaimana peran para guru untuk mengajarkan sistematisasi
pendidikan kepada anak didik secara baik sesuai dengan manajemen pendidikan
yang dibuat oleh daerah dan pusat. Secara
kasat mata manajemen pendidikan yang dilakukan daerah serta intervensi dari
pusat merupakan manajemen pendidikan
yang sangat baik. Namun bagaimana menjalankan manajemen pendidikan ini secara total kepada daerah-daerah agar
mencipatakan mutu pendidikan yang lebih baik apabila keinginan pemerintah
daerah tidak berniat untuk melakukan perubahan, dan kualitas guru masih dalam
bilangan rendah. Guru yang baik dalam berbagai aspek adalah bentukan dari
perguruan tinggi yang dianut oleh guru tersebut. Perguruan tinggi harus mampu
mencetak para guru yang handal dan baik dalam bidangnya. kurangnya banyak para
guru yang tercipta saat ini membuat carut marut pendidikan kita belum memiliki
perubahan yang signifikan. Sikap moral yang semakin melorot dari para anak
didik, kurangnya keinginan belajar, apatisme para anak didik, dan hal-hal
lainnya semakin membuat pendidikan saat ini terbilang buruk.
______________________________
Penulis
adalah mahasiswa di Universitas Negeri Medan, Sumatera Utara.
halaman
9
Masalah kuantitas dan kualitas guru saat ini,
merupakan hal yang dilematis. Secara objektif dilapangan jumlah guru saat ini
memang kurang memadai, namun hal ni tidak dapat dipukul rata begitu saja karena
ternyata jumlah yang sedikit ini salah satu indikatornya adalah masalah
pemerataan guru. Idealnya dalam satu sekolah, seperti SD, memiliki enam orang
guru kelas, dua guru bidang studi, satu kepala sekolah dan satu pesuruh
(minimal sepuluh orang). Namun kenyataanya dibanyak pedesaan, jumlah guru
sekolah hanya sekitar 3-4 orang,. Bahkan ada yang satu guru untuk satu sekolah,
juga pesuruh blum lagi sarana dan prasarana yang belum memadai. Sementara di
perkotaan, yang sarana dan prasarananya bagus terjadi penumpukan guru.
Kuantitas guru yang amat dilematis jika digeneralisasikan secara umum memang
masih banyak sekolah-sekolah yang kekurangan guru. Mengenai kualitas, seorang
guru memiliki posisi strategis dalam usaha tercapainya kualitas pendidikan yang
semakin baika amat dituntut kemampuan profesionalnya. Menurut Surya (dalam Kunandar 2007 : 47) guru
yang professional akan tercermin dalam pelaksanaan pengabdian tugas-tugas yang
ditandai dengan keahlian baik dalam materi maupun metode. Seperti kebijakan
sertifikasi yang dilakukan saat ini mudah-mudahan kebijakan itu mampu mendorong
kulitas dan kuantitas guru kearah yang lebih baik lagi. Tujuan sertifikasi guru
antara lain : 1. Menetukan kelayakan guru dalam melaksanakan tugas sebagai agen
pembelajaran dan mewujudkan tujuan pendidikan nasional, 2. Peningkatan proses
dan mutu hasil-hasil pendidikan, 3. Peningkatan profesionalisme guru. Sedangkan
manfaat dari sertifikasi guru adalah melindungi profesi guru dari
praktik-praktik yang tidak kompeten, yang dapat merusak citra profesi guru,
melindungi masyarakat dari praktik-praktik pendidikan yang tidak berkualifikasi
dan tidak professional, dan menjaga lembaga penyelenggara tenaga kependidikan
(LPTK) dan keinginan internal dan tekanan eksternal yang menyimpang dari
ketentuan-ketentuan yang berlaku. Sertifikasi guru merupakan keniscayaan masa
depan untuk meningkatkan kualias dan martabat guru, menjawab arus globalisasi
dan menyisiasati sistem desentralisasi.
______________________________
Penulis
adalah mahasiswa di Universitas Negeri Medan, Sumatera Utara.
halaman 10
Tantangan globalisasi terhadap perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi, tugas dan peranalam guru dari hari kehari semakin
berat. Diharapkan dengan kebijakan pemerintah mengenai guru ditanah air, guru
selaku komponen utama dalam dunia pendidikan mampu mengimbangi bahkan melampaui
IPTEK yang berkembang pesat dimasyarakat. Menurut Kunandar terdapat 5 tantangan
globalisasi yang harus disikapi guru dengan mengedepankan profesionalismenya,
sebagai berikut: 1. IPTEK yang cepat dan mendasar, 2. Krisis moral yang melanda
negara Indonesia akibat dari perkembangan IPTEK, 3. Krisis sosial, seperti
kriminalitas, kekerasan, pengangguran, dan kemiskinan yang terjadi dimasyarakat
akibat dari industry dan kapitalisme, 4. Krisis indentitas sebagai bagian dari
bangsa Indonesia, dan 5. Adanya perdagangan bebas. Proses pembelajaran antara
guru dan anak didik disertai dengan lingkungan sehingga terjadi perilaku kea rah
yang lebih baik. Dalam pembelajaran tugas guru yang paling utama adalah
mengondisikan lingkungan agar menunjang terjadinya perubahan perilaku anak
didik. Menurut Djahiri (dalam Kunandar 2007 : 287) mengatakan dalam proses
pembelajaran prinsip utamanya adalah adanya proses keterlibatan seluruh atau
sebagian besar potensi dari anak didik dan kebermaknaannya bagi diri dan
kehidupannya saat ini dan dimasa yang akan datang. Setelah melakukan
pembelajaran para guru diharapkan mampu melakukan evaluasi hasil belajar. Alas
an mengapa evaluasi sangat diperlukan antara lain: 1. Dengan evaluasi hasil
belajar dapat diketahui apakah tujuan pendidikan sudah tercapai dengan baik
untuk memperbaiki serta mengarahkan pelaksanaan proses belajar mengajar, 2.
Kegiatan mengevaluasi terhadap hasil belajar merupakan salah satu ciri dari
pendidikan professional, dan 3. Bila dilihat dari pendekatan kelembagaan,
kegiatan pendidikan adalah merupakan kegiatan manajemen, yang meliputi kegiatan
planning, programming, organizing, actuating, controlling dan evaluating.
Tujuan dari pada evaluasi untuk mengetahui tercapai tidaknya kompetensi dasar
yang telah dutetapkan. Program evaluasi yang hendaknya dimiliki sekolah adalah:
perinciaan tujuan, 2. Perinciaan aspek pertumbuhan, 3. Metode evaluasi, 4.
Masalah alat evaluasi, 5. Criteria dan skala yang digunakan dan 6. Jadwal
eavluasi.
______________________________
Penulis
adalah mahasiswa di Universitas Negeri Medan, Sumatera Utara.
Jurnal
Ilmu Politik, Volume 01, 01 Desember 2012 halaman 10
C. Kesimpulan
Dan Saran
Desentralisasi
pendidikan menempatkan sekolah sebagai garis depan dalam berperilaku untuk
mengelola pendidikan. Desentralisasi juga memberikan apresiasi terhadap
perbedaan kemampuan dan keberanekaragaman kondisi daerah dan rakyatnya.
Perubahan paradigma sistem pendidikan membutuhkan masa transisi. Reformasi
pendidikan merupakan realitas yang harus dilaksanakan, sehingga diharapkan para
pelaku maupun penyelenggara pendidikan harus proaktif, kritis dan mau berubah.
Belajar dari pengalaman sebelumnya yang sentralistik dan kurang demokratis
membuat bangsa ini menjadi terpuruk. Marilah kita melihat kepentingan
bangsa dalam arti luas dari pada kepentingan pribadi atau golongan atau
kepentingan pemerintah pusat semata dengan menyelenggarakan otonomi pendidikan
sepenuh hati dan konsisten dalam rangka mengangkat harkat dan martabat bangsa
dan masyarakat yang berbudaya dan berdaya saing tinggi sehingga bangsa ini
duduk sejajar dengan bangsa-bangsa maju di dunia.
Demokratisasi pendidkan(desentralistik pendidikan)
harus dimulai dari proses evaluasi pengembangan kurikulum, dan tidak hanya
sekedar konteks pe-nyusunan kurikulum sekolah secara keseluruhan, tetapi juga
pengimplementasinya pada setiap mata pelajaran disetiap level tertentu. Mengenai
guru, sebaiknya guru melakukan tes kompetensi kepada siswanya di awal
pembelajaran untuk menetapkan batas-batas awal kurikulum yang harus
dibelajarkan, serta mengukur waktu yang diperlukan untuk mencapai batas
kompetensi tertentu dengan kualitas input yang mereka terima. Proses
pembelajaran yang dilakukan guru harus demokratis, yakni semua siswa dalam
semua kategori memperoleh layanan yang wajar dari guru, bahkan guru sebaiknya
bertanya pada siswanya tentang pokok bahasan yang ingin mereka pelajari,
berikut bentuk-bentuk penugasannya, lalu dibahas bersama sehingga sampai pada kesepakatan dengan tidak
mengabaiakan tujuan pembelajaran, dan target-target kurikuler yang harus
dicapai. Pendekatan collaborative learning diharapkan mampu menumbuhkan rasa memiliki
siswa terhadapa program pembelajaran yang dilakukan, penghargaan yang wajar
pada siswa, dan gairah belajar siswa harus ditingkatkan.
______________________________
Penulis
adalah mahasiswa di Universitas Negeri Medan, Sumatera Utara.
halaman 12
Daftar
Pustaka
Imron,
Ali., 2008. Kebijaksanaan Pendidikan di
Indonesia : proses produk dan masa depannya. Jakarta : Bumi Aksara.
Prof. Dr. Dede Rosyada, MA., 2007. Paradigma Pendidikan Demokrasi : Sebuah
Model Pelibatan Masyarakat dalam Penyelenggaraan Pendidikan. Jakarta :
Kencana Prenada Media Group.
Persons,
Wayne., 2006. Public Policy : Pengantar
Teori dan Praktik Analisis Kebijakan. Jakarta : Kencana Prenada Media Group
M.
Cham, Sam dan T.Sam, Tuti., 2005. Analisis
SWOT : Kebijakan Pendidikan Era Otonomi Daerah. Jakarta : PT RajaGrafindo Persada.
Kumandar,
S.Pd., M.Si., 2007. Guru Profesional :
Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dan Sukses dalam
Sertifikasi Guru. Jakarta : PT RajaGrafindo Persada.
http://naddiiiaaa.wordpress.com/2011/04/26/otonomi-daerah/
NB : Tanda * diambil dari internet