PENGANTAR HUKUM INTERNASIONAL
PENGAKUAN
(SUATU NEGARA)
D
I
S
U
S
U
N
OLEH
NAMA :
Indra Nuansa Halomoan Silaban
NIM :
3123311022
KELAS :
A Ekstensi 2012
Dosen Pengampuh :
Dra.Yusna Melianti,MH
PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN
FAKULTAS ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
2013
KATA PENGANTAR
Puji
syukur penulis panjatkan terhadap kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas
rahmat dan karunia-Nyalah sehingga penulis dapat menyusun makalah sederhana
ini, yang membahas tentang pengakuan.
Adapun
makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas kuliah dari dosen pengampuh, Ibu
Dra.Yusna Melianti,MH yaitu pada mata kuliah Pengantar Hukum Internasional.
Serta diharapkan dengan adanya makalah sederhana ini agar Mahasiswa/I mampu
mengetahui dan mengerti tentang pengakuan suatu negara dari negara lain beserta
aspek-aspeknya.
Adapun
sistematika dalam makalah ini yang terdiri dari tiga bab, yaitu bab pertama adalah
bab pendahuluan yang terdiri atas tiga hal, pertama latar belakang, kedua
perumusan masalah, dan ketiga yaitu tujuan penulisan. Bab kedua adalah
pembahasan yang memuat segala yang bersangkutan tentang pengakuan suatu negara.
Bab ketiga atau bab penutup yang berupa kesimpulan dan saran dari penulis
makalah ini.
Dengan
terselesaikannya makalah ini, tak lupa penulis mengucapkan terimakasih kepada
dosen pengampuh, yang telah banyak memberi banyak bimbingan, ajaran, serta
motivasi dalam penyusunan makalah sederhana ini.
Tentunya makalah
ini jauh dari kesempurnaan, oleh karena itulah penulis mengharapkan kritik dan
saran dari pembaca serta dari dosen pengampuh yang bersifat membangun, agar
makalah sederhana ini sama-sama kita manfaatkan dalam proses penambah
pengetahuan dan juga demi motivasi penulis pada hari-hari berikutnya.
Medan, April
2013
Mahasiswa
Universitas Negeri Medan
Fakultas Ilmu
Sosial
PPKN
Indra Nuansa H
Silaban
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Negara
adalah subyek dari hukum internasional yang sifatnya dinamis. Identitas dan
jumlah negara dalam masyarakat internasional tidak selalu tetap, melainkan
berubah-ubah dari waktu ke waktu. Sebelum menjadi suatu negara, negara tersebut
sebelumnya harus memiliki pengakuan (recognition) menjadi sebuah negara.
Munculnya sebuah negara dalam lingkungan internasional dapat melalui berbagai
macam cara, damai, revolusi, peprangan dll. Kemunculan suatu negara harus
mendapat pengakuan dari negara lain, apakah suatu negara menyetujui negara yang
baru muncul tersebut. Sebelum memberikan pengakuan terhadap suatu negara, suatu
negara harus memikirkan matang-matang apa dampak dan keuntungan dari pemberian
pengakuan.
Sesuai
menurut Podesta Costa (dalam Huala Adolf Rudolf : 72) bahwa pengakuan bersifat
fakulatif. Yang artinya, suatu negara bebas untuk mengakui lahirnya suatu
negara baru tanpa adanya keharusan untuk melakukannya atau larangan untuk tidak
melakukannya.
B.
Rumusan
Masalah
Melalui
latar belakang diatas penulis dapat merumuskan masalah mengenai tentang
pengakuan, berupa pertanyaan antara lain sebagai berikut :
1.
Apa
pengertian dari pengakuan negara?
2.
Apa
saja teori-teori pengakuan negara?
3.
Apa
sajakah macam-macam dari pengakuan negara?
4.
Bagaimana
akibat dari suatu pengakuan negara?
C.
Tujuan
Pembahasan
Dari
rumusan masalah yang telah dimuat, maka tujuan dari penulisan makalah ini
antara lain, yaitu :
1.
Untuk
mengetahui definisi dari pengakuan negara
2.
Mampu
memahami teori-teori pengakuan negara
3.
Mengetahui
macam-macam dari pengakuan negara
4.
Memahami
akibat dari suatu pengakuan negara
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Umum Pengakuan Negara
Persoalan
pengakuan (recognition) terhadap suatu negara
baru oleh negara yang telah ada dalam masyarakat internasional adalah masalah yang harus dihadapi, baik
secara politik maupun hukum. Tanpa mendapat pengakuan, suatu negara baru akan
mengalami kesulitan dalam mengadakan hubungan kenegaraan dengan negara lainnya.
Karena pentingnya suatu pengakuan, menurut Oppenheim (dalam Huala Adolf : 66)
bahwa pengakuan merupakan suatu pernyataan kemampuan suatu negara baru. Apa
bila suatu negara lahir secara damai, untuk mendapat pengakuan sangatlah muda.
Tetapi apabila suatu negara lahir secara revolusi, maka pengakuan sangar susah
didapat, contohnya Indonesia.
Dari
banyak peristiwa yang terjadi dalam hukum internasional, untuk memberikan
pengakuan terhadap suatu negara lebih mementingkan aspek politis suatu negara
dari pada aspek hukumnya. Menurut Huala Adolf dalam bukunya “Aspek-Aspek negara
dalam Hukum Internasional” mengatakan bahwa dengan diakuinya suatu negara, maka
terdapat konsekuensi didalamnya yang berupa konsekuensi Politis dan konsekuensi
Yuridis. Konsekeunsi politis, suatu negara yang mengakui suatu negara baru
keduanya dapat dengan leluasa mengadakan hubungan diplomatic. Sedangkan dalam
konsekuensi yuridis terdapat tiga
konsekuens, yaitu : Pertama,
pengakuan tersebut merupakan pembuktian atas keadaan yang sebenarnya dari
lahirnya suatu negara baru. Kedua,
pengakuan mengakibatkan akibat-akibat hukum tertentu dalam mengembalikan
tingkat hubungan diplomatic antara negara yang mengakui dan yang diakui. Ketiga, pemberian pengakuan itu
memperkukuh status hukum (Judical Standing) negara yang diakui dihadapan pengadilan
negara yang mengakui.
Dalam
buku J.G Starke “Pengantar Hukum Internasional” para penulis mendefinisikan
pengakuan terhadap suatu negara sebagai: “ tindakan bebas oleh suatu negara
atau lebih yang mengakui eksistensi suatu wilayah tertentu dari masyarakat
manusia yang terorganisir secara politis, yang tidak terikat pada negara lain,
dan mempunyai kemampuan untuk menaati kewajiban-kewajiban menurut hukum
internasional, dan dengan cara itu negara-negara yang mengakui menyatakan
kehendak mereka untuk menganggap wilayah yang diakuinya sebagai salah satu
anggota masyarakat internasional”. Dan bersamaan dengan penegasan dari the institute of internasional law pada
tahun 1936 bahwa pengakuan merupakan tindakan bebas suatu negara serta apakah
suatu negara memberikan atau menarik kembali pengakuannya semata-mata adalah
soal politik bukan soal hukum.
Pengakuan
internasional terhadap suatu negara baru cenderung menonjolkan aspek
kepentingan dari setiap negara yang mengakui. Apabila suatu negara baru
mendapat pengakuan dari negara-negara yang telah ada, maka negara baru dianggap
mampu melakukan hubungan internasional dengan negara-negara lain. Tanpa adanya
suatu pengakuan menurut Lauterpacht (dalam Huala Adolf) suatu negara tidak
dapat menjadi subyek hukum internasional. Namun pemberian pengakuan kepada
suatu negara baru dapat menjadi pelanggaran hukum internasional apabila
pengakuan itu berkategorikan premature terburu-buru (suatu negara belum memenuhi
persyaratan sebagai negara).
B.
Teori
Pengakuan Suatu Negara
Dalam
hukum internasional hanya terdapat 2 teori pengakuan, yaitu teori konstitutif
dan deklaratif.
1.
Teori
Konstitutif
Teori
konstitutif berpendapat bahwa suatu negara menjadi subyek hukum internasional
hanya melalui suatu pengakuan. Penganut teori konstitutif yang paling terkenal
adalah Oppenheim dan Hans Kelsen. Oppenheim berpendapat “ A state is, and becomes, an internasional person through recognition
only and exclusively”. (Sebuah Negara dalam dan akan menjadi subjek hukum
internasional hanya melalui pengakuan yang ekslusif). Sedangkan Hans Kelsen
berpendapat tentang pengakuan “that a
state recognize a community as a state legally means that it declares that the
community is a state in the sense of international law. According to
international law, such recognition is indeed necessary”. (bahwa negara
mengakui masyarakat sebagai negara hukum berarti bahwa itu menyatakan bahwa
masyarakat adalah sebuah negara dalam arti hukum internasional. Menurut hukum
internasional, pengakuan tersebut memang diperlukan)
Terdapat
dua alasan yang melatarbelakangi teori ini. Pertama,
para penganut teori ini berpendapat bahwa hukum international lahir karena
kesepakatan negara-negara. Kedua,
bahwa suatu negara atau pemerintah yang tidak diakui tidak mempunyai status
hukum sepanjang negara atau pemerintah itu berhubungan dengan negara-negara
yang tidak mengakui.
2.
Teori
Deklaratif
Teori
ini terlahir karena reaksi dari teori konstitutif. Menurut penganut paham ini
bahwa pengakuan hanyalah merupakan penerimaan suatu negara baru oleh
negara-negara lainnya. Suatu negara
mendapatkan kemampuannya dalam hukum internasional bukan berdasarkan kesepakatan
dari negara-negara yang ada terlebih dahulu, namun berdasarkan suatu
stiuasi-stiuasi nyata tertentu.
Yang
melatarbelakangi teori ini yaitu bahwa suatu negara memiliki kemampuan dalam
hukum internasional segera setelah negara tersebut ada berdasarkan faktanya.
Yang artinya bahwa pengakuan bukan syarat penting, dan secara hukum tidak ada
suatu kententuan yang mengharuskan suatu negara memperoleh pengakuan dari
negara lain. Hal ini sejalan dengan pendapat Institut Hukum Internasional yang
menyatakan “existence of the new state
with all the legal effects connected with that existence is not affected by the
refusal of one or more state to recognize”. (keberadaan negara baru dengan
semua efek hukum yang berkaitan dengan eksistensinya yang tidak terpengaruh oleh
penolakan dari satu atau lebih negara untuk mengakui).
C.
Macam-Macam
Pengakuan Negara
1.
Pengakuan
Kolektif
Pengakuan
kolektif terhadap suatu negara terdiri dari dua bentuk. Pertama, dalam bentuk
deklarasi bersama oleh sekelompok negara. Kedua, pengakuan yang diberikan
melalui penerimaan suatu negara baru menjadi pihak/peserta ke dalam suatu perjanjian multilateral. Pengakuan kolektif
ini berhubungan dengan organisasi internasional, suatu negara masuk kedalam
suatu organisasi internasional bukan mendapat pengakuan dari organisasi itu
melainkan para anggota (negara) yang ada dalam organisasi tersebut. Karena masuknya
suatu negara dalam organisasi internasional kerap kali menimbulkan masalah yang
cukup penting bagi negara yang bersangkutan.
Dan pengakuan ini cukup berpengaruh terhadap hubungan antara negara baru
dengan negara-negara anggota organisasi internasional tersebut.
2.
Pengakuan
Terpisah
Pengakuan terpisah dapat diberikan kepada
suatu negara baru. Pengakuan terpisah digunakan apabila pengakuan itu diberikan
kepada suatu negara baru, namun tidak kepada pemerintahnya ataupun sebaliknya.
3.
Pengakuan
Mutlak
Dalam
hal ini suatu pengakuan telah diberikan kepada negara baru dan tidak dapat ditarik kembali (absolute and
irrevocable). Dalam prakteknya penarikan suatu pengakuan jarang ditemui, namun
kemungkinan terjadinya penarikan suatu pengakuan bisa terjadi.penarikan
pengakuan terjadi dapat dilakukan suatu negara terhadap negara apabila
kriteria-kriteria negara dalam hukum internasional tidak dapat dipenuhi.
4.
Pengakuan
Bersyarat
Pengakuan
bersyarat yaitu suatu pengakuan yang diberikan kepada suatu negara baru yang
disertai dengan syarat-syarat tertentu untuk dilaksanakan oleh negara tersebut
sebagai imbangan pengakuan. Menurut Hall (dalam Huala Adolf) terdapat dua macam pengakuan bersyarat yaitu pertama,
pengakuan dengan syarat-syarat yang harus dipenuhi sebelum pengakuan diberikan.
Kedua, pengakuan dengan syarat-syarat yang harus dilaksanakan sesudah pengakuan
diberikan.
D.
Akibat
dari Suatu Pengakuan Terhadap Suatu Negara
1.
Negara
yang Tidak Diakui
·
Negara
itu tidak dapat berperkara di pengadilan-pengadilan negara yang belum
mengakuinya.
·
Tindakan-tindakan
dari suatu negara yang belum diakui pada umumnya tidak akan berakibat hukum di
pengadilan-pengadilan negara yang tidak mengakuinya.
·
Perwakilannya
tidak dapat menuntut imunitas dari proses peradilan.
·
Harta
kekayaan yang menjadi hak suatu negara yang pemerintahannya tidak diakui
sesungguhnya dapat dimiliki oleh wakil-wakil dari rezim yang telah digulingkan.
2.
Negara
yang Diakui
·
Memperoleh
hak untuk mengajukan perkara dimuka pengadilan-pengadilan negara yang mengakui.
·
Dapat
memperoleh pengukuhan atas tindakan-tidakan legislative dan eksekutif baik di
masa lalu maupun dimasa mendatang oleh pengadilan-pengadilan negara yang
mengakuinya.
·
Dapat
menuntut imunitas dari peradilan berkenaan dengan harta kekayaannya dan
perwakilan-perwakilan diplomatiknya.
·
Berhak
untuk meminta dan menerima hak milik atau untuk menjual harta kekayaan yang
berada di dalam yurdiksi suatu negara yang mengakuinya yang sebelumnya menjadi
milik dari pemerintah terdahulu.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Banyak
para ahli hukum internasional yang menyatakan bahwa pengakuan dari negara lain harus dimiliki suatu negara
baru, tanpa adanya pengakuan tersebut suatu negara tidak dapat menjalankan
hubungan dengan negara lain. Dan banyak juga para ahli hukum internasional
menyatakan bahwa suatu negara baru tidak memerlukan pengakuan dari negara lain
yang sudah ada, melainkan negara baru harus mampu menunjukkan eksistensinya
sebagai negara baru kepada masyarakat internasional.
Secara
umum pengakuan harus dipisahkan antara kepribadian hukum suatu negara dan
pelaksanaan hak dan kewajiban dari pribadi hukum itu. Untuk menjadi sebuah
pribadi hukum, suatu negara tidak memerlukan pengakuan. Namun, agar pribadi
hukum itu dapat melaksanakan hak dan kewajibannya dalam hukum internasional
maka diperlukan pengakuan oleh negara-negara lain.
B.
Saran
Dengan
adanya makalah ini, para pembaca khusunya mahasiswa dapat menambah
pengetahuannya tentang suatu pengakuan terhadap negara. Dan dapat digunakan
sebagai sumber pengetauan kedepannya.
DAFTAR PUSTAKA
Adolf, Huala.
2002. Aspek-Aspek Negara Dalam Hukum
Internasional. Jakarta : PT. RajaGrafindo Persada.
Starke, J.G.
2001. Pengantar Hukum Internasional.
Jakarta : Sinar Grafika.