Minggu, 12 Mei 2013

Makalah Hukum Internasional - Pengakuan Terhadap Suatu Negara


PENGANTAR HUKUM INTERNASIONAL

PENGAKUAN
(SUATU NEGARA)

D
I
S
U
S
U
N

OLEH


NAMA                                               : Indra Nuansa Halomoan Silaban
NIM                                                    : 3123311022
KELAS                                              : A Ekstensi 2012

Dosen Pengampuh                  : Dra.Yusna Melianti,MH




PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN
FAKULTAS ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
2013
KATA PENGANTAR


            Puji syukur penulis panjatkan terhadap kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat dan karunia-Nyalah sehingga penulis dapat menyusun makalah sederhana ini, yang membahas tentang pengakuan.

            Adapun makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas kuliah dari dosen pengampuh, Ibu Dra.Yusna Melianti,MH yaitu pada mata kuliah Pengantar Hukum Internasional. Serta diharapkan dengan adanya makalah sederhana ini agar Mahasiswa/I mampu mengetahui dan mengerti tentang pengakuan suatu negara dari negara lain beserta aspek-aspeknya.

            Adapun sistematika dalam makalah ini yang terdiri dari tiga bab, yaitu bab pertama adalah bab pendahuluan yang terdiri atas tiga hal, pertama latar belakang, kedua perumusan masalah, dan ketiga yaitu tujuan penulisan. Bab kedua adalah pembahasan yang memuat segala yang bersangkutan tentang pengakuan suatu negara. Bab ketiga atau bab penutup yang berupa kesimpulan dan saran dari penulis makalah ini.

            Dengan terselesaikannya makalah ini, tak lupa penulis mengucapkan terimakasih kepada dosen pengampuh, yang telah banyak memberi banyak bimbingan, ajaran, serta motivasi dalam penyusunan makalah sederhana ini.

Tentunya makalah ini jauh dari kesempurnaan, oleh karena itulah penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca serta dari dosen pengampuh yang bersifat membangun, agar makalah sederhana ini sama-sama kita manfaatkan dalam proses penambah pengetahuan dan juga demi motivasi penulis pada hari-hari berikutnya.



Medan, April 2013

Mahasiswa Universitas Negeri Medan
Fakultas Ilmu Sosial
PPKN




Indra Nuansa H Silaban




BAB I
PENDAHULUAN


A.    Latar Belakang

Negara adalah subyek dari hukum internasional yang sifatnya dinamis. Identitas dan jumlah negara dalam masyarakat internasional tidak selalu tetap, melainkan berubah-ubah dari waktu ke waktu. Sebelum menjadi suatu negara, negara tersebut sebelumnya harus memiliki pengakuan (recognition) menjadi sebuah negara. Munculnya sebuah negara dalam lingkungan internasional dapat melalui berbagai macam cara, damai, revolusi, peprangan dll. Kemunculan suatu negara harus mendapat pengakuan dari negara lain, apakah suatu negara menyetujui negara yang baru muncul tersebut. Sebelum memberikan pengakuan terhadap suatu negara, suatu negara harus memikirkan matang-matang apa dampak dan keuntungan dari pemberian pengakuan.
Sesuai menurut Podesta Costa (dalam Huala Adolf Rudolf : 72) bahwa pengakuan bersifat fakulatif. Yang artinya, suatu negara bebas untuk mengakui lahirnya suatu negara baru tanpa adanya keharusan untuk melakukannya atau larangan untuk tidak melakukannya.


B.     Rumusan Masalah

Melalui latar belakang diatas penulis dapat merumuskan masalah mengenai tentang pengakuan, berupa pertanyaan antara lain sebagai berikut :
1.      Apa pengertian dari pengakuan negara?
2.      Apa saja teori-teori pengakuan negara?
3.      Apa sajakah macam-macam dari pengakuan negara?
4.      Bagaimana akibat dari suatu pengakuan negara?


C.     Tujuan Pembahasan

Dari rumusan masalah yang telah dimuat, maka tujuan dari penulisan makalah ini antara lain, yaitu :
1.      Untuk mengetahui definisi dari pengakuan negara
2.      Mampu memahami teori-teori pengakuan negara
3.      Mengetahui macam-macam dari pengakuan negara
4.      Memahami akibat dari suatu pengakuan negara




BAB II
PEMBAHASAN


A.    Pengertian Umum Pengakuan Negara
Persoalan pengakuan (recognition)  terhadap suatu negara baru oleh negara yang telah ada dalam masyarakat internasional  adalah masalah yang harus dihadapi, baik secara politik maupun hukum. Tanpa mendapat pengakuan, suatu negara baru akan mengalami kesulitan dalam mengadakan hubungan kenegaraan dengan negara lainnya. Karena pentingnya suatu pengakuan, menurut Oppenheim (dalam Huala Adolf : 66) bahwa pengakuan merupakan suatu pernyataan kemampuan suatu negara baru. Apa bila suatu negara lahir secara damai, untuk mendapat pengakuan sangatlah muda. Tetapi apabila suatu negara lahir secara revolusi, maka pengakuan sangar susah didapat, contohnya Indonesia.
Dari banyak peristiwa yang terjadi dalam hukum internasional, untuk memberikan pengakuan terhadap suatu negara lebih mementingkan aspek politis suatu negara dari pada aspek hukumnya. Menurut Huala Adolf dalam bukunya “Aspek-Aspek negara dalam Hukum Internasional” mengatakan bahwa dengan diakuinya suatu negara, maka terdapat konsekuensi didalamnya yang berupa konsekuensi Politis dan konsekuensi Yuridis. Konsekeunsi politis, suatu negara yang mengakui suatu negara baru keduanya dapat dengan leluasa mengadakan hubungan diplomatic. Sedangkan dalam konsekuensi yuridis  terdapat tiga konsekuens, yaitu : Pertama, pengakuan tersebut merupakan pembuktian atas keadaan yang sebenarnya dari lahirnya suatu negara baru. Kedua, pengakuan mengakibatkan akibat-akibat hukum tertentu dalam mengembalikan tingkat hubungan diplomatic antara negara yang mengakui dan yang diakui. Ketiga, pemberian pengakuan itu memperkukuh status hukum (Judical Standing) negara yang diakui dihadapan pengadilan negara yang mengakui.
Dalam buku J.G Starke “Pengantar Hukum Internasional” para penulis mendefinisikan pengakuan terhadap suatu negara sebagai: “ tindakan bebas oleh suatu negara atau lebih yang mengakui eksistensi suatu wilayah tertentu dari masyarakat manusia yang terorganisir secara politis, yang tidak terikat pada negara lain, dan mempunyai kemampuan untuk menaati kewajiban-kewajiban menurut hukum internasional, dan dengan cara itu negara-negara yang mengakui menyatakan kehendak mereka untuk menganggap wilayah yang diakuinya sebagai salah satu anggota masyarakat internasional”. Dan bersamaan dengan penegasan dari the institute of internasional law pada tahun 1936 bahwa pengakuan merupakan tindakan bebas suatu negara serta apakah suatu negara memberikan atau menarik kembali pengakuannya semata-mata adalah soal politik bukan soal hukum.
Pengakuan internasional terhadap suatu negara baru cenderung menonjolkan aspek kepentingan dari setiap negara yang mengakui. Apabila suatu negara baru mendapat pengakuan dari negara-negara yang telah ada, maka negara baru dianggap mampu melakukan hubungan internasional dengan negara-negara lain. Tanpa adanya suatu pengakuan menurut Lauterpacht (dalam Huala Adolf) suatu negara tidak dapat menjadi subyek hukum internasional. Namun pemberian pengakuan kepada suatu negara baru dapat menjadi pelanggaran hukum internasional apabila pengakuan itu berkategorikan premature terburu-buru (suatu negara belum memenuhi persyaratan sebagai negara).

B.     Teori Pengakuan Suatu Negara
Dalam hukum internasional hanya terdapat 2 teori pengakuan, yaitu teori konstitutif dan deklaratif.
1.      Teori Konstitutif
Teori konstitutif berpendapat bahwa suatu negara menjadi subyek hukum internasional hanya melalui suatu pengakuan. Penganut teori konstitutif yang paling terkenal adalah Oppenheim dan Hans Kelsen. Oppenheim berpendapat “ A state is, and becomes, an internasional person through recognition only and exclusively”. (Sebuah Negara dalam dan akan menjadi subjek hukum internasional hanya melalui pengakuan yang ekslusif). Sedangkan Hans Kelsen berpendapat tentang pengakuan “that a state recognize a community as a state legally means that it declares that the community is a state in the sense of international law. According to international law, such recognition is indeed necessary”. (bahwa negara mengakui masyarakat sebagai negara hukum berarti bahwa itu menyatakan bahwa masyarakat adalah sebuah negara dalam arti hukum internasional. Menurut hukum internasional, pengakuan tersebut memang diperlukan)
Terdapat dua alasan yang melatarbelakangi teori ini. Pertama, para penganut teori ini berpendapat bahwa hukum international lahir karena kesepakatan negara-negara. Kedua, bahwa suatu negara atau pemerintah yang tidak diakui tidak mempunyai status hukum sepanjang negara atau pemerintah itu berhubungan dengan negara-negara yang tidak mengakui.
2.      Teori Deklaratif
Teori ini terlahir karena reaksi dari teori konstitutif. Menurut penganut paham ini bahwa pengakuan hanyalah merupakan penerimaan suatu negara baru oleh negara-negara lainnya.  Suatu negara mendapatkan kemampuannya dalam hukum internasional bukan berdasarkan kesepakatan dari negara-negara yang ada terlebih dahulu, namun berdasarkan suatu stiuasi-stiuasi nyata tertentu.
Yang melatarbelakangi teori ini yaitu bahwa suatu negara memiliki kemampuan dalam hukum internasional segera setelah negara tersebut ada berdasarkan faktanya. Yang artinya bahwa pengakuan bukan syarat penting, dan secara hukum tidak ada suatu kententuan yang mengharuskan suatu negara memperoleh pengakuan dari negara lain. Hal ini sejalan dengan pendapat Institut Hukum Internasional yang menyatakan “existence of the new state with all the legal effects connected with that existence is not affected by the refusal of one or more state to recognize”. (keberadaan negara baru dengan semua efek hukum yang berkaitan dengan eksistensinya yang tidak terpengaruh oleh penolakan dari satu atau lebih negara untuk mengakui).


C.     Macam-Macam Pengakuan Negara
1.      Pengakuan Kolektif
Pengakuan kolektif terhadap suatu negara terdiri dari dua bentuk. Pertama, dalam bentuk deklarasi bersama oleh sekelompok negara. Kedua, pengakuan yang diberikan melalui penerimaan suatu negara baru menjadi pihak/peserta ke dalam suatu  perjanjian multilateral. Pengakuan kolektif ini berhubungan dengan organisasi internasional, suatu negara masuk kedalam suatu organisasi internasional bukan mendapat pengakuan dari organisasi itu melainkan para anggota (negara) yang ada dalam organisasi tersebut. Karena masuknya suatu negara dalam organisasi internasional kerap kali menimbulkan masalah yang cukup penting bagi negara yang bersangkutan.  Dan pengakuan ini cukup berpengaruh terhadap hubungan antara negara baru dengan negara-negara anggota organisasi internasional tersebut.
2.      Pengakuan Terpisah
 Pengakuan terpisah dapat diberikan kepada suatu negara baru. Pengakuan terpisah digunakan apabila pengakuan itu diberikan kepada suatu negara baru, namun tidak kepada pemerintahnya ataupun sebaliknya.
3.      Pengakuan Mutlak
Dalam hal ini suatu pengakuan telah diberikan kepada negara baru dan tidak  dapat ditarik kembali (absolute and irrevocable). Dalam prakteknya penarikan suatu pengakuan jarang ditemui, namun kemungkinan terjadinya penarikan suatu pengakuan bisa terjadi.penarikan pengakuan terjadi dapat dilakukan suatu negara terhadap negara apabila kriteria-kriteria negara dalam hukum internasional tidak dapat dipenuhi.
4.      Pengakuan Bersyarat
Pengakuan bersyarat yaitu suatu pengakuan yang diberikan kepada suatu negara baru yang disertai dengan syarat-syarat tertentu untuk dilaksanakan oleh negara tersebut sebagai imbangan pengakuan. Menurut Hall (dalam Huala Adolf) terdapat dua  macam pengakuan bersyarat yaitu pertama, pengakuan dengan syarat-syarat yang harus dipenuhi sebelum pengakuan diberikan. Kedua, pengakuan dengan syarat-syarat yang harus dilaksanakan sesudah pengakuan diberikan.


D.    Akibat dari Suatu Pengakuan Terhadap Suatu Negara
1.      Negara yang Tidak Diakui
·         Negara itu tidak dapat berperkara di pengadilan-pengadilan negara yang belum mengakuinya.
·         Tindakan-tindakan dari suatu negara yang belum diakui pada umumnya tidak akan berakibat hukum di pengadilan-pengadilan negara yang tidak mengakuinya.
·         Perwakilannya tidak dapat menuntut imunitas dari proses peradilan.
·         Harta kekayaan yang menjadi hak suatu negara yang pemerintahannya tidak diakui sesungguhnya dapat dimiliki oleh wakil-wakil dari rezim yang telah digulingkan.
2.      Negara yang Diakui
·         Memperoleh hak untuk mengajukan perkara dimuka pengadilan-pengadilan negara yang mengakui.
·         Dapat memperoleh pengukuhan atas tindakan-tidakan legislative dan eksekutif baik di masa lalu maupun dimasa mendatang oleh pengadilan-pengadilan negara yang mengakuinya.
·       Dapat menuntut imunitas dari peradilan berkenaan dengan harta kekayaannya dan perwakilan-perwakilan diplomatiknya.
·       Berhak untuk meminta dan menerima hak milik atau untuk menjual harta kekayaan yang berada di dalam yurdiksi suatu negara yang mengakuinya yang sebelumnya menjadi milik dari pemerintah terdahulu.



BAB III
PENUTUP


A.    Kesimpulan
Banyak para ahli hukum internasional yang menyatakan bahwa pengakuan  dari negara lain harus dimiliki suatu negara baru, tanpa adanya pengakuan tersebut suatu negara tidak dapat menjalankan hubungan dengan negara lain. Dan banyak juga para ahli hukum internasional menyatakan bahwa suatu negara baru tidak memerlukan pengakuan dari negara lain yang sudah ada, melainkan negara baru harus mampu menunjukkan eksistensinya sebagai negara baru kepada masyarakat internasional.
Secara umum pengakuan harus dipisahkan antara kepribadian hukum suatu negara dan pelaksanaan hak dan kewajiban dari pribadi hukum itu. Untuk menjadi sebuah pribadi hukum, suatu negara tidak memerlukan pengakuan. Namun, agar pribadi hukum itu dapat melaksanakan hak dan kewajibannya dalam hukum internasional maka diperlukan pengakuan oleh negara-negara lain.

B.     Saran
Dengan adanya makalah ini, para pembaca khusunya mahasiswa dapat menambah pengetahuannya tentang suatu pengakuan terhadap negara. Dan dapat digunakan sebagai sumber pengetauan kedepannya.



DAFTAR PUSTAKA


Adolf, Huala. 2002. Aspek-Aspek Negara Dalam Hukum Internasional. Jakarta : PT. RajaGrafindo Persada.

Starke, J.G. 2001. Pengantar Hukum Internasional. Jakarta : Sinar Grafika.


Sabtu, 11 Mei 2013

Kriti Buku Hukum Tata Negara



CRITICAL BOOK
PENGANTAR HUKUM TATA NEGARA INDONESIA
D
I
S
U
S
U
N
OLEH:
Indra Nuansa Halomoan Silaban
3123311022
Ekstensi A 2012
Dosen Pengampuh                  : Dra. Yusna Melianti, MH
PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGA NEGARAAN
FAKULTAS ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
2013

IDENTITAS BUKU

Judul Buku           : Pengantar Hukum Tata Negara Indonesia
Penulis                 : Moh. Kusnardi,S.H dan Harmaily Ibrahim,S.H
Penerbit                : Pusat Studi Hukum Tata Negara Fakultas
Hukum Universitas Indonesia dan C.V. Sinar Bakti"
Cetakan ke            : Empat (4)
Tahun                             : 1981 (disempurnakan)
Diterbitkan di       : Jakarta November 1981
Isi bab                  : IX Bab
Warna buku                   : Hijau, Biru
Tebal buku           : ± 2 cm
Jumlah halaman   : 371 halaman + cover




ISI BUKU

BAB I             PENDAHULUAN
                        1. Alasan penggunaan judul Hukum Tata Negara
                        2. Ruang lingkup
3. Cara pendekatan
BAB II                        Ilmu pengetahuan Hukum Tata Negara
                        1. Istilah
                        2. Definisi
                        3. Hubungan Hukum Tata Negara dengan cabang ilmu pengetahuan lainnya
BAB III          Sumber-sumber Hukum Tata Negara
                        1. Istilah sumber hukum
                        2. Sumber hukum formil dan materiil
                        3. Sumber Hukum Tata Negara
                        4. Konvensi sebagai sumber Hukum Tata Negara
                        5. Traktat sebagai sumber Hukum Tata Negara
BAB IV          Konstitusi
                        1. Istilah
                        2. Pengertian Konstitusi
                        3. Beberapa pengertian tentang Konstitusi
                        4. Nilai konstitusi
                        5. Sifat Konstitusi
                        6. Perobahan konstitusi
                        7. Sejarah Undang-Undang Dasar Negara Indonesi
BAB V            Beberapa azas yang dianut UUD 1945
                        1. Azas Pancasila
                        2. Azas Kekeluargaan
                        3. Azas Kedaulatan Rakyat
                        4. Azas Pembagian Kekuasaan
                        5. Azas Negara Hukum
BAB VI          Bentuk Negara dan Sistem Pemerintahan
                        1. Bentuk
                        2. Sistim pemerintahan menurut sifatnya
                        3. Sistim pemerintahan menurut pembagian kekuasaan
                        4. Sistim pemerintahan daerah
BAB VII         Azas-azas kewarganegaraan
                        1. Azas ius soli dan azas ius sanguinis
                        2. Bipatride dan apatride
                        3. Sejarah kewarganegaraan sejak proklamasi kemerdekaan
BAB VIII       Hak-Hak Azasi Manusia
                        1. Sejarah hak-hak azasi manusia
                        2. Hak-hak manusia di Indonesia
                        3. Bentuk hukum
                        4. Hak-hak azasi dalam UUD 1945
BAB IX          Sistim pemilihan umum
                        1.Hubungan pemilihan umum dan kedaulatan rakyat
                        2. Tujuan Pemilihan Umum
                        3. Sistem pemilihan Umum
                        4. Pemilihan Umum Di Indonesia

KRITIKAN

Yang dapat saya kritik dari isi keseluruhan buku “Pengantar Hukum Tata Negara Indonesia” karangan Moh. Kusnardi S.H. dan Harmaily Ibrahim S.H. ini, yang dipakai di Fakultas Hukum Universitas Indonesia adalah sebagai berikut, antara lain :
Ø  Dari segi cover, buku ini menarik dengan paduan warna hijau dan biru. Ada kesan menarik dalam tulisan di cover, karena karangan buku ini adalah karangan dosen di Faklutas Hukum Universitas Indonesia.

Ø  Masuk pada pembahasan buku, isi buku ini tidak disertai dengan gambar sehingga ada perasaan bosan ataupun rasa kejenuhan melihat tulisan yang mononton.

Ø  Terdapat banyak bahasa didalam buku diambil dari bahasa aslinya (bahasa Belanda) tanpa ada pengartian kedalam bahasa Indonesia. Sehingga diperlukan pembacaan berulang-ulang serta mengartikan sendiri kedalam bahasa Indonesia demi mendapatkan pengertian dan pemahaman yang memuaskan pembaca.

Ø  Namun dengan adanya bahasa aslinya (bahasa Belanda) disertai bahasa Inggris  dapat menambah pembendaharaan kata pembaca sehingga meningkatkan pengetahuan dan semakin banyak tahu.

Ø  Struktur pembahasan dalam buku ini tersusun dengan sitematis, dan saling berhunbungan sehingga pembaca dapat mengerti dan memahami kelanjutan dari pembahasan berikutnya.

Ø  Didalam buku ini terdapat nama-nama para ahli ataupun penulis lainnya, sehingga apabila hendak melihat pendapat para ahli dengan mudah akan di buka dan diketahui.

Ø  Diperuntukkan bagi semua kalangan.

Ø  Buku ini ditulis serta diterbitkan tahun 1981 sehingga banyak dari isi buku ini tidak berguna untuk dipakai pada era reformasi saat ini.

Ø  Undang-undang dasar yang dipakai sebagai patokan bukan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 melainkan Undang-Undang Dasar 1945 dan pasal-pasal yang digunakan dari UUD 1945.

Ø  Mempunyai foot note pada tiap halaman dan terlalu banyak tulisan berasal dari foot note sehingga terdapat kesan buku ini bukan penelitian atau hasil pemikiran penulis melainkan pendapat dari banyak ahli.

Ø  Bentuk kertas  nampak kusam tidak putih bersih.

Ø  Terdapat tap MPR yang sudah tidak berlaku lagi saat ini.

Ø  Memiliki daftar pustaka yang banyak, yang secara tersirat bahwa buku ini kumpulan dari catatan-catatan para ahli dibidangnya.

Ø  Terdapat isi dari buku ini tidak digunakan lagi, contoh pada bab IX tentang Pemilihan Umum. Banyak pembahasan pada bab ini berlandaskan putusan-putusan pada masa orde baru dan orde lama yang sifat mengikuti jalur pemerintahan.

Ø  Tidak terdapat kritik terhadap pemerintah pada saat itu, seakan buku ini hanya untuk pengetahuan mendasar atau tidak menajamkan pengetahuan kalangan mahasiswa pada saat itu karena ditidak mencantumkan kesalahan-kesalahan para pemimpin negara. Contoh pada pembahasan hak-hak azasi manusia, tidak terdapat apa saja hak-hak seorang warganegara, tidak terdapat pelanggaran hak azasi manusia yang dilakukan pemerintah.

Kamis, 09 Mei 2013

Hukum Tata Negara_ Konstitusi


HUKUM TATA NEGARA INDONESIA

KONSTITUSI
D
I
S
U
S
U
N

OLEH


NAMA                                               : Indra Nuansa Halomoan Silaban
NIM                                                    : 3123311022
KELAS                                              : A Ekstensi 2012

Dosen Pengampuh                  : Dra.Yusna Melianti,MH
                                       




PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGA NEGARAAN
FAKULTAS ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
2013


KATA PENGANTAR


            Puji syukur penulis panjatkan terhadap kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat dan karunia-Nyalah sehingga penulis dapat menyusun makalah sederhana ini, yang membahas tentang Konstitusi.

            Adapun makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas kuliah dari dosen pengampuh, Ibu Dra.Yusna Melianti,MH yaitu pada mata kuliah Hukum Tata Negara Indonesia. Serta diharapkan dengan adanya makalah sederhana ini agar Mahasiswa/I mampu mengetahui dan mengerti tentang konstitusi  dan sosok konstitusi sebenarnya di Indonesia.

            Adapun sistematika dalam makalah ini yang terdiri dari tiga bab, yaitu bab pertama adalah bab pendahuluan yang terdiri atas tiga hal, pertama latar belakang, kedua perumusan masalah, dan ketiga yaitu tujuan penulisan. Bab kedua adalah pembahasan yang memuat segala yang bersangkutan tentang konstitusi. Bab ketiga atau bab penutup yang berupa kesimpulan dan saran dari penulis makalah ini.

            Dengan terselesaikannya makalah ini, tak lupa penulis mengucapkan terimakasih kepada dosen pengampuh, yang telah banyak memberi banyak bimbingan, ajaran, serta motivasi dalam penyusunan makalah sederhana ini.

Tentunya makalah ini jauh dari kesempurnaan, oleh karena itulah penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca serta dari dosen pengampuh yang bersifat membangun, agar makalah sederhana ini sama-sama kita manfaatkan dalam proses penambah pengetahuan dan juga demi motivasi penulis pada hari-hari berikutnya.



Medan, April 2013

Mahasiswa Universitas Negeri Medan
Fakultas Ilmu Sosial
PPKN




Indra Nuansa H Silaban





BAB I
PENDAHULUAN


A.    Latar Belakang

Dalam hidup bernegara, kita tidak lepas dari yang namanya hukum. Tidak ada satupun negara tanpa hukum, karena hukum fungsinya sangatlah krusial dalam mengatur kehidupan bernegara. Dalam kehidupan bernegara terdapat 2 (dua) macam hukum, yaitu constitutional law (hukum tata negara) dan ordinary law (hukum biasa dipergunakan untuk bergerak “actief dienend”).
Constitutional law  dalam bahasa belanda staatrecht yaitu hukum yang mempelajari dan mengatur negara dalam pengertian konkrit dan pasif (pokok dari hukum konstitusi). Sedangkan ordinary law  hukum yang digunakan negara untuk mengatur sesuatu hal dalam kenegaraan (berupa hukum pidana dan hukum perdata).
Yang menjadi deadline dalam pembahasan makalah ini adalah konstitusi. Karena konstitusi adalah pondasi suatu negara untuk menjalankan kelangsungan hidup daripada negara tersebut.  Konstitusi adalah sumber hukum utama, yang menjadi dasar hukum bagi hukum-hukum lainnya. Konstitusi secara umum menyangkut struktur, pembagian kewenangan, interaksi (check and balance) dalam ketatanegaraan.


B.     Rumusan Masalah

Melalui latar belakang diatas penulis dapat merumuskan masalah mengenai tentang konstitusi, berupa pertanyaan antara lain sebagai berikut :
1.      Apa itu/pengertian konstitusi?
2.      Apa sajakah isi konstitusi Indonesia itu?
3.      Nilai-nilai apa yang terkandung dalam konstitusi?
4.      Bagaiman klasifikasi dari konstitusi itu?
5.      Bagaimana proses perubahan konstitusi?
6.      Bagaimana sejarah lahirnya konstitusi di Indonesia?


C.     Tujuan Penulisan

Dari rumusan masalah yang telah dimuat, maka tujuan dari penulisan makalah ini antara lain, yaitu :
1.      Mampu memahami konsep dasar dari/tentang konstitusi.
2.      Mengetahui beberapa hal yang dimuat dalam konstitusi.
3.      Mengetahui tujuan adanya konstitusi.
4.      Menetahui klasifikasi dari konstitusi.
5.      Mengetahui proses perubahan konstitusi (amandemen).
6.      Mengetahui sejarah lahirnya konstitusi Indonesia.


BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Konstitusi

Sejak zaman Yunani Purba istilah konstitusi telah dikenal, yang mengatur ketatanegaraan serta pembuatan peraturan-peraturan oleh raja. Berupa semboyan yang berbunyi “Prinsep Legibus Solotus est, Salus Publica Suprema Lex”. Yang dimaksud dengan konstitusi adalah pembentukan suatu negara atau menyusun dan menyatakan suatu negara. Konstitusi dalam istilah bahasa Jerman adalah Verfasung, yang dibedakan dengan Undang-Undang Dasar atau Grundgesetz. Pengaruh dari Faham kodifikasi pada negara-negara modern yang mengkehendaki agar semua peraturan hukum ditulis, demi mencapai kesatuan hukum, kesederhanaan hukum dan kepastian hukum. Sehingga pandangan orang mengenai konstitusi  disamakan dengan undang-undang dasar.

Jika faham Herman Heller dipakai untuk mengetahui arti konstitusi, maka pengertian konstitusi akan lebih luas dari pada undang-undang dasar. Konstitusi dibagi atas tiga pengertian oleh Herman Heller, yaitu:

1.      Konstitusi mencerminkan kehidupan politik di dalam masyarakat sebagai suatu kenyataan dan ia belum merupakan konstitusi dalam arti hukum. Dengan kata lain konstitusi itu masih merupakan pengertian sosiologis atau politis dan belum merupakan pengertian hukum.

2.      Setelah orang mencari unsur-unsur hukum dari konstitusi dalam masyarakat untuk dijadikan sebagai kesatuan kaidah hukum, maka konstitusi itu disebut Rechtverfassung (mengandung pengertian yuridis).

3.      Kemudian orang mulai menulisnya dalam suatu naskah sebagai undang-undang yang tertinggi yang berlaku didalam suatu negara.

Jika pengertian dari undang-undang dasar dihubungkan dengan konstitusi, maka undang-undang dasar itu adalah bagian dari konstitusi, yaitu konstitusi yang tertulis. Sebenarnya konstitusi tidak hanya bersifat yuridis (hukum) melainkan juga bersifat sosiologis dan politis. Rechtverfassung harus memenuhi dua syarat, yaitu mengenai bentuknya sebagai naskah tertulis yang merupakan undang-undang yang tertinggi yang berlaku dalam suatu negara. Dan yang kedua yaitu mengenai isinya yang merupakan peraturan yang bersifat fundamentil (pokok, dasar atau azas-azas saja). Konstitusi harus sesuai dengan perkembangan masyarakat dan perkembangan zaman agar konstitusi itu tidak sering berubah. Pengkhususan atau pelaksanaannya dapat diatur dalam peraturan-peraturan yang lebih rendah dan lebih mudah dirobah sesuai dengan kebutuhan zaman.

Carl Schmitt dalam buku Pengatar Hukum Tata Negara Moh. Kusnardi S.H dan Harmaily Ibrahim S.H mengartikan konstitusi dalam 4 (empat) pengertian dalam pembagiannya, adalah sebagai berikut:

1.      Absoluter Verfassungsbegriff

ü  Konstitusi dianggap sebagai kesatuan organisasi yang nyata yang mencakup semua bagunan hukum dan semua organisasi-organisasi yang ada di dalam negara.

ü  Konstitusi sebagai bentuk negara (negara dalam arti keseluruhannya).

ü  Konstitusi sebagai faktor integritas.

ü  Konstitusi sebagai norma dasar yang merupakan sumber bagi norma-norma lainnya yang berlaku di dalam negara.

2.      Relativer Verfassungsbegriff

ü  Konstitusi sebagai tuntutan dari golongan borjuis liberal agar hak-haknya dijamin dan tidak dilanggar oleh penguasa.

ü  Konstitusi sebagai konstitusi tertulis.

3.      Der positive Verfassungsbegriff

Konstitusi dalam arti positif mengandung pengertian sebagai keputusan politik yang tertinggi berhubungan dengan pembuatan pondasi kenegaraan.

4.      Idealbegriff der Verfassung

Konstitusi dalam arti ideal karena ia merupakan idama dari kaum borjuis liberal. Sebagai jaminan bagi rakyat agar hak-hak azasinya dilindungi.

B.     Isi Konstitusi

Sesuai dengan pengertian diatas bahwa konstitusi adalah dasar pembentukan suatu negara yang memuat hal-hal penting di dalamnya. Setiap negara pasti memiliki perbedaan isi konstitusi dengan negara lainnya. Contohnya Indonesia, yang menjadi isi konstitusi Indonesia yang terkandung dalam Undang-Undang Dasar yaitu hal-hal yang fundamental dalam terbentuknya negara kesatuan republik Indonesia (NKRI). Sri Soemantri mengutip pendapat dari Mr. J.G. Steenbeek yang mengatakan bahwa suatu konstitusi pada umumnya mengandung tiga hal pokok, yaitu :

1.      Adanya jaminan terhadap hak-hak asasi manusia dan warga negaranya,

2.      Ditetapkannya susunan ketatanegaraan suatu negara yang bersifat fundamental,

3.      Adanya pembagian dan pembatasan tugas ketatanegaraan yang juga bersifat fundamental

Sedangkan menurut Miriam Budiardjo, konstitusi yang tertulis berupa Undang-Undang Dasar memuat kententuan yang mengenai :
1.      Organisasi negara,

2.      Hak-hak asasi manusia,

3.      Proses mengubah Undang-Undang Dasar,

4.      Adakalanya memuat larangan untuk mengubah sifat tertentu dari Undang-Undang Dasar.

Secara umum atau global, isi konstitusi Indonesia atau Undang-Undang Dasar 1945 adalah sebagai berikut :

1.      Bentuk dan kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia,

2.      Sistem pemerintahan,

3.      Sistem pertahanan negara,

4.      Hak asasi manusia,

5.      Kewarganegaraan

C.     Nilai Konstitusi

Dalam praktek ketatanegaraan bahwa suatu konstitusi yang tertulis tidak berlaku secara sempurna, karena beberapa pasal terkandung di dalamnya terkadang tidak dijalankan lagi. Pasal-pasal yang tidak dijalankan lagi itu karena dipakai untuk kepentingan suatu golongan atau penguasa. Tetapi banyak pula pasal-pasal yang terkandung dalam konstitusi itu dijalankan sesuai dengan yang telah ditentukan.

Karl Loewenstein memberikan penilaian terhadap konstitusi melihat permasalahan diatas.  Karl melakukan penyelidikan mengenai apakah arti dari konstitusi tertulis dalam suatu lingkungan nasional yang spesifik, terutama kenyataan yang ada di rakyat biasa. Atas penyelidikan yang dilakukan Karl memberikan tiga penilaian terhadap suatu konstitusi, antara lain :

1.      Nilai Normatif

Apabila suatu konstitusi telah diterima oleh suatu bangsa/masyarakat, maka konstitusi yang telah diterima itu bukan hanya berlaku dalam arti hukum, tetapi juga merupakan suatu kenyataan. Atau boleh dikatakan bahwa konstitusi itu dilakukan secara murni dan konsekwen.

2.      Nilai Nominal

Dalam hal ini, menurut Karl bahwa suatu konstitusi tertulis itu dapat berlaku secara hukum, namun keberlakuan itu tidak sempurna, karena terdapat pasal-pasal yang ada didalamnya sering dalam kenyataan tidak berlaku. Suatu konstitusi yang tertulis itu berbeda dari praktek kenyataannya. Suatu konstitusi dapat berubah-ubah, perubahan itu dapat secara formil seperti yang telah dicantumkan dalam konstitusi itu sendiri, ataupun karena suatu kebiasaan ketatanegaraan.

3.      Nilai Semantic

Karl berpendapat dalam hal ini bahwa konstitusi hanya sekedar istilah belaka, karena dalam pelaksanaannya selalu dikaitkan dengan kepentingan pihak berkuasa. Konstitusi hanya sekedar untuk memberi bentuk dari tempat yang telah ada dan untuk melaksanaan kekuasaan politik. Mobilitas kekuasaan yang dinamis digunakan hanya untuk  sekedar mengatur. Konstitusi berikan hanya bermaksud essensiil demi kepentingan pemegang kekuasaan.

D.    Klasifikasi Konstitusi

Untuk mengetahui klasifikasi dari konstitusi harus membandingkan beberapa konstitusi yang dimiliki berbagai negara. K.C Wheare seorang ahli konstitusi berkebangsaan Inggris mengajukan pendapatnya tentang macam-macam klasifikasi suatu konstitusi, adalah sebgai berikut:

1.      Konstitusi tertulis dan konstitusi bukan tertulis

2.      Konstitusi fleksibel dan rigid

3.      Konstitusi derajat-tinggi dan konstitusi tidak derajat-tinggi

4.      Konstitusi serikat dan konstitusi kesatuan

5.      Konstitusi sistem pemerintahan presidensial dan konstitusi sistem pemerintahan parlementer.

1.      Konstitusi Tertulis dan Konstitusi Tidak Tertulis

Konstitusi tertulis ialah suatu konstitusi yang dituangkan dalam sebuah dokumen atau beberapa dokumen formal. Konstitusi tertulis disebabkan pengaruh dari para pakar kodifikasi. Sedangkan konstitusi yang tidak tertulis ialah suatu konstitusi yang tidak dituangkan dalam suatu dokumen formal  berupa konvensi-konvensi yang mengatur suatu pemerintahan.

2.      Konstitusi Fleksibel dan Rigid

Konstitusi fleksibel adalah konstitusi yang mudah mengikuti perkembangan masyarakat/zaman dan mudah untuk mengubahnya. Sedangkan konstitusi rigid adalah konstitusi yang susah dalam cara pengubahannya dan sukar mengikuti perkembangan zaman.  

3.      Konstitusi Derajat Tinggi dan Konstitusi Tidak Derajat Tinggi

Konstitusi derajat tinggi adalah konstitusi yang kedudukannya dalam suatu negara dan berada diatas peraturan lainnya serta sistem pengubahannya lebih susah. Konstitusi tidak derajat tinggi adalah konstitusi yang tidak mempunyai kedudukan sederajat seperti konstitusi derajat tinggi, dan sistem syarat pengubahannya mudah seperti peraturan lainnya.

4.      Konstitusi Sistem Pemerintahan Presidensial dan Konstitusi Sistem Pemerintahan Parlementer

Dalam hal ini konstitusi berkaitan dengan bentuk suatu negara, disini konstitusi berperan dalam pembagian kekuasaan sesuai dengan muatan konstitusi yang dimuat.

E.     Proses Perubahan Konstitusi (Amandemen)

Dalam penyusunan suatu konstitusi terdapat suatu badan yaitu konstituante ataupun sejenisnya yang dipilih oleh rakyat. Konstituante ataupun yang sejenisnya terdiri dari sekelompok orang, dan konstitusi itu adalah buatan/karya manusia. Dari konstitusi ciptaan manusia dapat dikatakan bahwa konstitusi itu bukanlah sempurna, ketidak sempurnaan itu disebabkan oleh konstitusi itu dapat bersifat kompromi dari berbagai aliran dan kepentingan, dan kemampuan pembuatnya sangat terbatas. Karena keterbatasan itulah bahwa suatu konstitusi tidak akan sanggup mengatur setiap masalah yang akan menjangkau jauh kedepan karena tidak sesuai dengan perkembangan masyarakat. Karena tidak sesuai dengan perkembangan masyarakat kadang kalanya konstitusi itu dapat dirubah untuk menyesuaikan perkembangan masyarakat yang menganutnya.

Konstitusi dirubah karena masyarakat merasakan bahwa konstitusi itu tidak memberikan kepastian jaminan hukum. Perubahan konstitusi dapat dilakukan apabila didalam konstitusi tertulis pasal yang mengatur perubahan konstitusi. Walaupun konstitusi sangat sukar ataupun mudah untuk diubah, namun pabila kekuasaan politik mengkehendakinya maka perubahan konstitusi dapat dilakukan.

Menurut Sri Soemantri, mengubah suatu konstitusi dapat dilakukan dengan mengubah sesuatu yang telah diatur dan menambahkan sesuatu yang belum diatur dalam konstitusi tersebut. Cara pengubahan konstitusi diatur dalam pasal yang termuat didalamnya (bunyinya).  C.F. Strong mengolongkan perubahan konstitusi dalam 4 golongan, yakni :

1.      By the ordinary legislature but under certain restriction,

2.      By the people through and referendum,

3.      By a majority for all units of a federal state,

4.      By a special convention

Dalam prakteknya special convention sering mengubah konstitusi/ketentuan yang telah ada  walaupun secara formal special convention tidak merubah ketentuan tersebut. Dari kebiasaan ketatanegaraan yang ada jellinek berpendapat bahwa untuk mengubah konstitusi (UUD) tidak disebutkan di dalamnya melainkan dengan kebiasaan ketatanegaraan.

F.      Sejarah Konstitusi Bangsa Indonesia (UUD)

Sebelum Indonesia merdeka, Indonesia oleh pemerintahan Hindia-Belanda. Pemakaian aturan pada saat itu adalah aturan grondwet (undang-undang) atau keputusan raja Belanda. Sejak kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945 hingga saat ini terjadi gonta pergantian konstitusi (UUD), dalam beberapa periode kurun 68 tahun Indonesia merdekar:

1.      Periode pada tanggal 18 Agustus 1945 hingga 27 Desember 1949

2.      Periode 27 Desember 1949 hingga 17 Agustus 1950

3.      Periode 17 Agustus 1950 hingga 5 Juli 1959

4.      Periode 5 Juli 1959 hingga 19 Oktober 1999

5.      Periode 19 Oktober 1999 hingga 18 Agustus 2000

6.      Periode 18 Agustus 2000 hingga 9 November 2001

7.      Periode 9 November 2001 hingga 10 Agustus 2002

8.      Periode 10 Agustus 2002 hingga sekarang



BAB III
PENUTUP


A.    Kesimpulan

Untuk mempertahakan keutuhan suatu negara terutama NKRI, baik rongrongan dari luar maupun dari dalam suatu Konstitusi sangat diperlukan. Konstitusi Indonesia adalah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menjadi dasar hukum yang diatas segala peraturan-peraturan/ hukum lainnya. Dasar hukum yang mengatur segala tindakan yang ada di Indonesia, mejadi dasar bangunan ketatanegaraan, sejarah konstitusi yang panjang dan penuh liku-liku serta rintangan yang panjang yang membuktikan bahwa konstitusi Indonesia adalah konstitusi yang tak tergantikan. Undang-Undang Dasar adalah suatu konstitusi yang mengikat segala masyarakatnya yang primordial, yang merupakan suatu pemikiran yang luar biasa yang mengatur hak-hak setiap orang dalam suatu negara dan mengatur sistem pemerintahannya.
Siapapun yang mencoba mengantikan haluan negara Indonesia tidak boleh dibiarkan, mengganti sendi-sendi peraturan yang ada dengan peraturan sekelompok/segelintir orang. Sebuah konstitusi harus tahan uji dan mampu memberikan nilai-nilai moral bagi seluruh rakyatnya. Tujuan konstitusi Indonesia adalah untuk emajukan kesejahtraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Dalam konstitusi Indonesia juga diatur bahwa pemerintah negara Indonesia harus melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpa darah Indonesia yang maksudnya semua masyarakat harus sama dimata hukum, yang sesuai dengan pasal 1 ayat 3 bahwa negara Indonesia adalah negar hukum.


B.     Saran
Berdasarkan kesimpulan diatas secara tidak langsung mengatakan bahwa pentingnya suatu konstitusi bagi suatu negara dan terutama bagi masyrakat Indonesia yang primordial. Siapapun yang mecoba mengantikan dasar negara ini garus ditentang habis-habisa, karena konstitusi ini tercipta dari sejarah panjang dengan penuh penderitaan.




DAFTAR PUSTAKA


Kusnardi, Moh S.H, dan Ibrahim, Harmaily S.H. 1981.  Hukum Tata Negara. Jakarta : Fakultas Hukum Universitas Indonesia.

Thaib, H. Dahlan, dkk. 2010. Teori dan Hukum Konstitusi. Jakarta : PT RajaGrafindo Persada.