MAKALAH
PENDIDIKAN HAM
INTERNATIONAL
CONVENANT CIVIL and POLITICAL RIGHT
D
I
S
U
S
U
N
Oleh
:
Indra
Nuansa Halomoan Silaban
3123311022
Ekstensi
A 2012
PENDIDIKAN
PANCASILA dan KEWARGANEGARAAN
FAKULTAS
ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS
NEGERI MEDAN
ICCPR (International Convenant and Political Rights) Ditetapkan
oleh Resolusi Majelis Umum 2200 A (XXI) pada tanggal 16 Desember 1966. Yang terdiri
dari Mukadimah dan terbagi atas VI Bagian yang terdiri dari 55 pasal. Mukadimah
berisikan pengakuan dari negara-negara pihak konvenan ICCPR akan hak asasi
manusia yang universal sebagaimana diamanatkan dalam Piagam PBB. Bagian I
terdiri dari pasal 1 yang menjelaskan hak-hak suatu negara akan kewenangannya
dalam menentukan nasib sendiri. Bagian II terdiri dari pasal 2 hingga pasal 5
yang menjelaskan pengakuan dan penjaminan hak-hak sipil dan politik yang
dilakukan oleh negara-negara pihak konvenan. Bagian III terdiri dari pasal 6
hingga pasal 27 yang menjelaskan hak-hak yang dimiliki setiap orang baik
laki-laki maupun perempuan dari konvenan ini yang harus dilindungi oleh negara.
Bagian IV terdiri dari pasal 28 hingga pasal 45 yang menjelaskan bentuk komite
yang akan melaksanakan hak sipil dan politik, kewenangan dan sistem pemerintahn dikomite ICCPR. Bagian V
terdiri dari pasal 46 hingga pasal 49 yang menjelaskan kedudukan ketentuan
dalam ICCPR. Bagian VI terdiri dari pasal 50 hingga pasal 55 menjelaskan
ratifikasi, aksesi dan sistem perubahan ICCPR oleh negara pihak konvenan.
International
Covenant Civil and Political Rights (Konvensi Internasional tentang Hak Sipil
dan Politik) yang telah diratifikasi Indonesia pada 30 September 2005 dan
mengesahkan ICCPR menjadi UU No. 12/2005
pada tanggal 28 Oktober 2005. Dengan pengesahan ini Indonesia telah mengikat
ICCPR menjadi bagian dari sistem hukum nasional. Ratifikasi ini menimbulkan
konsekuensi terhadap pelaksanaan hak‐hak
manusia, karena negara Indonesia telah mengikatkan diri secara hukum. Antara
lain pemerintah telah melakukan kewajiban untuk mengadopsi perjanjian yang
telah diratifikasi ini ke dalam perundang‐undangan,
baik yang dirancang maupun yang telah diberlakukan sebagai UU. Yang lain adalah
pemerintah memiliki kewajiban mengikat untuk mengambil berbagai langkah dan kebijakan
dalam melaksanakan kewajiban untuk menghormati (to respect), melindungi (to
protect) dan memenuhi (to fullfil) hak‐hak
manusia. Kewajiban ini juga diikuti dengan kewajiban pemerintah yang lain,
yaitu untuk membuat laporan yang bertalian dengan penyesuaian hukum, langkah,
kebijakan dan tindakan yang dilakukan.
Hak-hak
sipil dan politik adalah hak yang bersumber dari martabat dan melekat pada
setiap manusia yang dijamin dan dihormati keberadaannya oleh negara agar
manusia bebas menikmati hak-hak dan kebebasannya dalam bidang sipil dan politik
yang pemenuhannya menjadi tanggung jawab negara. Di dalam perlindungannya peran
negara harus dibatasi karena hak-hak sipil dan politik merupakan Negative Right
(hak dan kebebasan akan terjamin dan terpenuhi apabila peran negara dibatasi).
Namun
perbedaan antara hak sipil dan politik yaitu hak sipil adalah hak kebebasan
fundamental yang diperoleh sebagai hakikat dari keberadaan seorang manusia sedangkan
hak politik ialah hak dasar dan bersifat mutlak yang melekat di dalam setiap
warga Negara yang harus dijunjung tinggi dan di hormati oleh Negara dalam
keadaan apapun. Hak Sipil dan Politik berkarateristik sebagai berikut:
·
Negara bersifat pasif
·
Dapat diajukan ke pengadilan
·
Tidak bergantung pada sumber daya
·
Non-ideologis
Dalam
hak‐hak sipil dan politik,
ada batas antara hak‐hak
yang tak dapat ditangguhkan dengan hak‐hak
yang dapat ditangguhkan. Yang termasuk dalam kategori hak‐hak yang tidak dapat
ditangguhkan adalah hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak untuk tidak
diperbudak, hak atas kebebasan berpikir dan beragama serta berkeyakinan, hak
untuk diperlakukan sama di muka hukum, hak untuk tidak dipenjara karena
kegagalan memenuhi kewajiban kontraktual, serta hak untuk tidak dipidana
berdasarkan hukum yang berlaku surut (retroactive), hak atas kebebasan dan
keamanan pribadi, hak atas kebebasan bergerak dan berpindah, hak untuk bebas
berpendapat dan berekspresi, hak untuk berkumpul dan berserikat dan hak untuk
turut serta dalam pemerintahan.
Untuk
memenuhi hak sipil dan politik ini terhadap warga negara indonesia, negara
Indonesia telah memberikan instrumen HAM yang mengaturnya, antara lain:
- UUD 1945 (Pasal 28 )
- Ketetapan MPR Nomor XVII Tahun 1998 Tentang Hak Asasi Manusia
- Undang-undang Nomor 7 Tahun 1984 Tentang Pengesahan Konvensi Mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Wanita
- Undang-undang Nomor 5 tahun 1998 Tentang Pengesahan Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Penghukuman Lain Yang Kejam, Tidak Manusiawi atau Merendahkan Martabat Manusia
- Undang-undang Nomor 29 Tahun 1999 Tentang Pengesahan Konvensi Internasional Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Rasial
- UU Nomor 39 Tahun 1999 Tentang HAM (Pasal 9-Pasal 35)
- UU No. 12 Tahun 2005 Tentang Pengesahaan Konvenan Internasional Hak-hak Sipil dan Politik
- Keputusan Presiden No. 36 Tahun 1990 Tentang Pengesahan Konvensi Hak-hak Anak
- Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM) PBB.
Negara tak boleh melakukan intervensi
dalam rangka menghormati hak‐hak setiap orang,
terutama hak‐hak yang tak dapat ditangguhkan. Karena
campur tangan negara justru mengakibatkan terjadinya pelanggaran atas hak‐hak individu/kelompok. Sebaliknya, intervensi dapat dilakukan atas
dua hal; pertama, dalam situasi atau alasan khusus untuk membatasi atau
mengekang hak‐hak atau kebebasan berdasarkan UU, kedua
dalam rangka untuk menegakkan hukum atau keadilan bagi korban tindak pidana.
Karena itu, dalam menghormati dan melindungi hak‐hak sipil dan
politik, ada dua jenis pelanggaran yang bertalian dengan kewajiban negara.
Pertama, seharusnya menghormati hak‐hak manusia, tapi
negara justru melakukan tindakan yang dilarang atau bertentangan ICCPR melalui
campur‐tangannya dan disebut pelanggaran melalui tindakan (violation
by action). Kedua, seharusnya aktif secara terbatas untuk melindungi hak‐hak – melalui tindakannya – negara justru tak melakukan apa‐apa baik karena lalai dan lupa maupun absen, disebut pelanggaran
melalui pembiaran (violation by omission). Jenis pelanggaran lainnya
adalah tetap memberlakukan ketentuan hukum yang bertentangan dengan ICCPR yang
disebut pelanggaran melalui hukum (violation by judicial).
Bebrapa hal telah dilakukan Indonesia demi menghormati (to respect), melindungi (to protect), dan memenuhi (to fullfil) hak-hak sipil dan politik indonesia, antara lain:
- Indonesia telah meratifikasi sejumlah instrumen Hak Asasi tentang Hak Sipol
- Amandemen UUDasar 1945 dengan memasukan BAB yang mengatur HAM
- Harmonisasi berbagai Peraturan Perundang-undangan
- Melakukan Sosialisasi di seluruh wilayah Republik Indonesia terkait dengan Hak-hak Sipil dan Politik
- Pembntkan Komnas HAM, Komnas Perlindungan anak & Komnas Perempuan
- Pembentukan Kemneg Urusan HAM yang menangani masalah HAM yang kemudian di gabung dengan Departemen Kehakiman dan HAM yang sekarang berubah menjadi Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia
- Mengadili para pelaku pelanggaran HAM berat di masa lalu melalui Pengadilan HAM Ad Hock
- Pembentukan RAN-HAM 2004-2009 , yang berisi tentang pedoman kerja mengenai langkah-langkah yang akan disusun secara berencana dan terpadu pada tingkat nasional dalam rangka mewujudkan penegakan dan perlindungan Hak Asasi Manusia.
Namun dilain sisi terdapat banyak hal yang belum
dilakukan Indonesia dalam pemenuhan hak ini. Hingga
saat ini masih sering dijumpai aparat penegak hukum harus bekerja dengan
infrastruktur pendukung hukum yang minim. Ini adalah sebuah tantangan, Penjara
dalam kondisi yang sangat memprihatinkan, peraturan perundang‐un‐dangan tidak tersedia bagi para hakim
dan banyak lagi persoalan lainnya. Kebiasaan pemerintah tanpa menyediakan
infrastruktur pendukung atas langkah‐langkah implementasi
hasil ratifikasi berbagai perjanjian hak‐hak manusia dapat
dipandang sebagai sikap tak mau (unwilling) atau abai untuk berbuat
sesuatu, termasuk bagaimana seharusnya semua aparatur berperilaku yang
dipertalikan dengan ICCPR tanpa kecuali pada lembaga‐lembaga peradilan dan pengadilan, sehingga terasa kurang berefek
pada pelaksanaannya.
Dengan telah diratifikasinya ICCPR, pemerintah Indonesia mempunyai
kewajiban untuk membuat laporan mengenai pelaksanaan hak‐hak sipil dan politik yang harus
disampaikan pada Komite di PBB.kewajiban yang harus dipenuhi berupa
penghormatan, perlindungan dan pemenuhan hak sipil dan politik baai masyarakat
Indonesia yaitu:
PENGHORMATAN
(menjamin tidak ada gangguan dalam
pelaksanaan hak)
|
PERLINDUNGAN
(mencegah
pelanggaran oleh pihak ke tiga)
|
PEMENUHAN (penyediaan sumberdaya
dan hasil‐hasil kebijakan)
|
Pemerintah berkewajiban membuat UU untuk
melindungi dan menjamin hak setiap warganegara, meratifikasi kovenan
internasional, melakukan harmonisasi hukum (UU, PP, Keppres, Permen, Perpres
hingga Perda) agar tidak terjadi penggunaan hukum untuk penyiksaan,
pembunuhan tanpa pengadilan, penghilangan paksa, penahanan sewenang‐wenang, pengadilan yang tidak adil, intimidasi pada saat
pemilihan umum, pencabutan hak pilih, dll
|
Pemerintah harus mengupayakan tindakan
untuk mencegah pelaku non‐negara melakukan
pelanggaran seperti penyiksaan, kekerasan dan intimidasi kepada setiap
warganegara
|
Pemerintah harus melakukan investasi ,
mengalokasikan anggaran, dan memberikan subsidi dalam bidang kehakiman,
penjara, kepolisian, tenaga medis, serta alokasi sumberdaya dan anggaran
pendidikan buat petugas agar memiliki pengetahuan dan kemampuan dalam
mrlaksanakan pemenuhan hak sipil‐politik setiap
warganegara
|
Walaupun
negara bersifat pasif dalam menangani hak sipil dan politik dan ada beberapa
hal yang dapat dilakukan negara untuk mengintervensi hak sipil dan politik
masyarakat atau dapat dikatakan pengecualian hak sipil dan politik masyarakat.
Pengecualian itu antara lain:
- Kondisi darurat yang mengancam kehidupan dan eksistensi bangsa yang secara resmi di tetapkan.
- Memenuhi asas proporsionalitas dan non diskriminasi.
- Berdasarkan aturan yang jelas.
- Tidak terhadap non derogable right.
- Harus segera memberitahukan kepada Negara-negara pihak lainnya melaui perantaraan sekretaris jenderal perserikatan bangsa-bangsa mengenai ketentuan yang di kurangi dan mengenai alas an-alasan pemberlakuannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar